(Khotbah pada Minggu IX setelah Trinitatis, 09 Agustus 2020, di HKBP Resort Kayu Putih)
Evagelium Kolose 3:22-25.
Oleh: Pdt Martunas P. Manullang
khotbah hari ini, yaitu Kolose 3:22-25, adalah bagian dari satu perikop yaitu Kolose 3:18-25 di pasal 3 atau bahkan hingga Kolose pasal 4, ayat ke-6. Jadi, Kolose 3:18-4:6. Fokus kita adalah Kolose pasal 3:22-25; namun karena masih bagian dari empat ayat sebelumnya, maka ada baiknya kita lihat selintas bagian sebelumnya, yaitu ayat 18-21 (Kolose 3:18-21).
Kita mengetahui, secara umum, setelah seorang menjadi Kristen, maka diharapkan bahwa ajaran Kristen yang diterima seseorang itu akan dihayati dan dihidupi. Jika ini dihayati dan dihidupi, maka akan nampak dalam hubungan pribadi orang Kristen tersebut, baik kepada sesama orang Kristen, maupun kepada mereka yang bukan Kristen.
Dengan kata lain, perikop ini mau menjelaskan bagaimana kekristenan itu bisa diterapkan atau diberlakukan dalam hubungan setiap hari dalam kehidupan ini. Dalam tema “hubungan pribadi orang Kristen” di sini, ada dua hal utama yang menjadi pusat perhatian dan pergumulan kita.
Pertama: Etika Kristen adalah etika yang di dalmnya ada etika kewajiban yang timbal balik. Sebelum Kristen, maka hubungan antara tuan dan hamba sangat tidak adil. Seorang tuan atau majikan, memiliki hak mutlak kepada hamba atau pekerjanya. Bagi tuan atau majikan, prinsipnya adalah: “Apa yang orang lain (hamba) lakukan untuk saya?.” Tuan, hanya punya hak. Sedangkan kewajiban dan tanggungjawab itu ada pada hamba, budak, atau pekerjanya.
Setelah Kristen, maka ada etika yang baru yang diajarkan. Apa itu? Etika Kristen mengajarkan bahwa hak dan kewajiban adalah milik setiap orang. Hidup adalah tanggungjawab bersama. Relasi adalah tanggungjawab bersama. Ini membawa suatu perubahan yang luar biasa, yaitu: Tuan, ada hak dan kewajiban atau tanggungjawabnya. Hamba, budak, atau pekerja, juga ada hak dan kewajiban atau tanggungjawabnya. Maka dalam konteks kekristenan, hubungan antara Tuan dan hamba, menjadi berubah dan diletakkan setara. Sehingga pertanyaannya pun menjadi: “Apa yang saya lakukan atau perbuat bagi orang lain”? (Tuan kepada hamba, dan sebaliknya hamba kepada tuan).
Kedua: Etika Kristen adalah etika yang menekankan bahwa kita ini hidup di hadapan Tuhan. Dengan demikian semua hubungan pribadi haruslah diletakkan pada hubungan dalam Tuhan, atau hubungan di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena kini seluruh hidup Kristen adalah hidup yang dijalani di dalam TUHAN. Di dalam rumah, harus disadari bahwa Kristus adalah Tamu yang tak nampak namun selalu hadir. Karena itulah, dalam keluarga kesadaran ini membawa pengaruh pada sikap dan relasi dalam keluarga, dalam konteks “kewajiban bersama”.
Misalnya: a. Hubungan suami-isteri: Isteri harus tunduk kepada suaminya dan suami harus mengasihi isterinya dan memperlakukannya dengan segala kebaikan. b. Hubungan orang tua-Anak: Orangtua harus menerapkan disiplin sekaligus dorongan semangat dalam kasih kepada anak-anaknya. Jangan sampai mematahkan semangat anak-anaknya.
Atau, dalam keluarga, sebagaimana Allah Bapa yang memperlakukan anak-anak-Nya, demikianlah juga orang tua dalam memperlakukan anak-anaknya. Di pihak lain, anak harus (wajib) mengjhormati orangtuanya, karena itulah yang dikehendaki oleh Tuhan.
Khotbah pada hari ini, Kolose 3:22-25, berfokus pada hubungan antara hamba Kristen dan majikan Kristen. Hubungan antara hamba dan tuan. Sebagaimana telah disebut di atas, dalam kekristenan hubungan antara tuan dan hamba pun sudah berubah. Mengapa? Karena keduanya sama-sama hamba dari satu Majikan. Majikan itu adalah Yesus Kristus. Dengan kata lain, Kristus harus dilibatkan (diikutkan) dalam semua hubungan itu, terutama di sini dalam hubungan antara hamba dan tuan atau sebaliknya.
Kalau penekanannya di sini pada hamba atau pekerja, maka hal inilah yang perlu kita perdalam. Hamba, haruslah menjadi pekerja yang berhati nurani. Kekristenan itu harus membuat dia (hamba) menjadi seorang pekerja yang lebih baik dan bekerja lebih efisien. Membuat dia semakin bekerja keras dan menunjukkan tanggungjawabnya yang lebih sungguh, lebih luas dan dalam.
Hamba Kristen atau pekerja Kristen, tidak lagi sama dengan hamba atau pekerja yang bukan Kristen. Kalau selama ini, karena dia hamba, maka haruslah diawasi atau “dimandori” agar mau bekerja; tetapi semenjak ia menjadi Kristen itu harus berubah. Dia akan tetap rajin, sungguh bekerja dan bekerja dengan sebaik-0baiknya, bahkan kalau ditinggalkan (tidak diawasi) oleh tuannya atau mandornya. Mengapa?
Tadi sudah kita katakan, dalam kekristenan, bahwa kita ini hidup di hadapan Tuhan. Dengan demikian, Tuhan yang melihat pekerjaan kita.
Dan kita pun bekerja untuk Tuhan. Karena kita bekerja untuk Tuhan, maka kita pun akan menerima warisan dari Tuhan juga, bahkan di dunia ini kita akan menerima upah dari Tuhan. Tuhan yang mengatur upah kita. Karena itulah, sebagai seorang pekerja Kristen, ia (atau kita) haruslah selalu berdoa untuk dirinya dan pekerjaannya. Kita tidak perlu menghindar dari situasi yang sulit, atau pekerjaan yang sulit; malahan kita harus menghadapinya dengan penuh semangat, lebih baik lagi sambil memohnon kekuatan dari Tuhan.
Dalam setiap kesempatan bekerja, seorang pekerja Kristen akan terus menaikkan doa dan permohonan kepada Tuhan, agar diberi kekuatan dan kesempatan (atau kesempatan dan kekuatan) untuk melakukan pekerjaan yang telah diberikan Tuhan, Allah kepadanya. Berdoa agar Tuhan memberi kekuatan untuk menyelesaikan tugas yang diberi majikan (pimpinan) kepada kita. Berdoa dan mohon kekuatan dari Tuhan agar dapat atau dimampukan untuk menyelesaikan tugas dengan baik.
Topik atau tema khotbah ini adalah “Bekerja untuk Tuhan”. Dan firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk mempelajari kebenarannya dan menghidupninya atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Intinya adalah menaati Tuhan baik dalam hubungan kita dengan sesama, mau pun dalam dunia pekerjaan kita masing-masing. Bekerja dengan baik dan dengan tulus dan sungguh hati, seperti di hadapan Tuhan. Bekerja dengan segenap hati. Ini berarti juga agar kita berusaha menghindari kesalahan-kesalahan, atau janganlah berbuat kesalahan dalam pekerjaan kita masing-masing. Mengapa?
Karena ada Tuhan yang akan menghakimi kita dalam pekerjaan itu, sebagaimana Dia juga menghakimi kita dalam hubungan atau relasi kita dalam pekerjaan itu. Tuhan tidak memandang bulu, penghakimanNya akan selalu sesuai dengan pelanggaran-pelangaraan kita. Baik kita sebagai majikan atau pimpinan, mau pun sebagai hamba atau pekerja. Jika kita bekerja daengan segenap hati, Tuhanlah yang akan memberi upah kita. Marilah kita bekerja untuk Tuhan.
Selamat hari Minggu, Selamat Beribadah. Tuhan Yesus memberkati. AMIN.
(HKBP Kayu Putih, 08 Agustus 2020.)