CALON TUNGGAL itu – sudah merasa Kepala Daerah – dengan mengiming-iming jabatan Sekretaris Daerah (Sekda). Tidak tanggung-tanggung, ada 5 calon Sekda yang sudah dimasukkan dalam bursa jabatan “bergengsi” itu. Dari 5 calon itu, adalah yang disebut-sebut nama mantan seorang camat dan seorang Aparat Sipil Negara (ASN) yang masih aktif. Mantap tenan.
Apakah sudah “merasa kepala daerah”, terjadi juga di kabupaten/kota 25 CALON TUNGGAL? Walahualam, jika setali tiga uang, maka inilah yang dikhawatirkan dengan keberadaan CALON TUNGGAL yang merasa tidak ada lawan politik karena borong partai dan menganggap bahwa KOLOM KOSONG hanya sebatas pajangan.
Kembali ke masalah 5 calon Sekda itu, bagi pendukung “fanatik” CALON TUNGGAL, sudah tentu mengaminkan apa yang dilakukan tersebut. Bahkan, sudah menganggap bahwa hal itu, adalah sesuatu yang lazim.
Jika satu yang dipersiapkan menjadi calon Sekda, ya tentu saja diaminkan. Kalau sampai ada 5 calon Sekda, sesungguhnya apa yang sedang dilakukan CALON TUNGGAL. Apalagi masih dalam posisi calon, sudah mengumpulkan 5 figur, yang di kemudian hari – jika terpilih – akan meninggalkan luka di hati 4 calon lainnya, karena hanya satunya Sekda.
Situasi ini, jika tidak diakomodir dengan baik – apalagi sudah ada nuansa transaksional – maka akan membuahkan cemoan dan umpatan. Bukankah sudah ada contoh, CALON TUNGGAL sudah viral dengan tajuk “membelah keharmonisan” sebuah wadah adat-istiadat.
Nah, satu lagi yang patut disampaikan, apakah juga menjadi sebuah kelaziman, CALON TUNGGAL berdampingan dengan sejumlah ASN? Kalau hal ini dijadikan sebuah pembenaran, maka peraturan yang menyatakan ASN netral, sudah dikangkangi. Sepatutnya, CALON TUNGGAL tidak bersentuhan mesra dengan ASN, dan wajib menghormati peraturan yang sudah ditetapkan.
Pelaksana pesta demokrasi perlu memperhatikan gerakan para ASN yang merapatkan barisan ke arah CALON TUNGGAL. Petugas pengawas Pilkada sudah bekerja, tentu fungsi menegakkan peraturan harus dilakukan. Sepatutnya, dengan CALON TUNGGAL, pengawasan dapat dilakukan lebih baik.
Mari CALON TUNGGAL untuk bersabar menunggu “kemenangan” agar kalau kalah, tidak menjadi gamang mengatasi masalah yang menumpuk buah dari iming-iming.
Mari mengingatkan, agar CALON TUNGGAL tidak “merasa sudah jadi kepala daerah”, karena jalan masih panjang menuju 9 Desember. Kata politisi, detik-detik terakhir itu, penentuan. (***)
Discussion about this post