“HARUS.”
Kata ini, tiba-tiba menjadi sering tertangkap mata saat melintas di wilayah Kabupaten Simalungun. Kata “HARUS” itu, dipopulerkan pada spanduk-spanduk maupun baliho.
Kemudian, karena seringnya melihat kata “HARUS”, mau tidak mau, masuk dan berputar-putar di dalam ruang pikiran.
Kata “HARUS” itu, menjadi sesuatu yang menggangu rasa dan perasaan, karena diikuti oleh kata “MENANG”.
“HARUS MENANG.”
Ketika dipersandingkan dengan kata “MENANG”, maka kata “HARUS” itu bermakna kepongahan (kesombongan dan keangkuhan).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “HARUS” itu, dapat dimaknai sebagai (1) patut; dan (2) wajib; mesti (tidak boleh tidak).
Makna itulah, yang membuat kata “HARUS MENANG,” menjelmah menjadi kepongahan.
Ternyata tidak hanya sebatas kepongahan. “HARUS” itu, menjadi sesuatu yang mendahului sebuah kekuasaan, yang merupakan milik Sang Khalik.
Sesungguhnya, keyakinan apakah yang begitu menguat pada kata “HARUS MENANG” itu. Serasa, ada kekuatan yang demikian diandalkan untuk mendapatkan kemenangan tersebut.
Tidakkah, mereka yang menorehkan kata “HARUS MENANG” di spanduk dan baliho-baliho di jalanan Kabupaten Simalungun, sedang memamerkan betapa mereka, mampu memaksakan sesuatu menjadi milik mereka, yaitu KEMENANGAN.
Apakah mereka sedang membangun angan-angan yang sangat sulit mewujudkannya? Apakah mereka sedang berusaha memperkenalkan sebuah menu yang ternyata tidak menjadi populer? Bagaimana caranya, mereka dapat menegakkan “HARUS MENANG”, sementara rivalnya bukanlah orang sembarangan.
Janganlah pernah membangun mimpi atau pengharapan di atas kata-kata yang justru dapat memutar balik arah menjadi alat tekan pada diri sendiri. Maksudnya begini, kata “HARUS MENANG” itu, dapat menjadi bumerang.
Memangnya, teman-teman yang sudah masuk medan laga itu, tidak punya kekuatan atau kemampuan untuk melempemkan atau menangkal “HARUS MENANG.”
Mari mencapai kemenangan dengan bahasa atau dengan kata-kata yang menyejukkan. Bukan dengan cara kepongahan (kesombongan atau keangkuhan).
(Spontan, jadi teringat lagu D’Lloyd yang judulnya “Apa Salah dan Dosaku.”
Lyricnya begini:
Haruskah hidupku terus begini
Dengan derita yang tiada akhir
Ke manakah jalan yang harus kutempuh
Agar kubahagia
Oh Tuhan, berikan petunjuk-Mu
Untuk kujadikan pegangan hidupku
Katakan salahku dan apa dosaku
Sampai kubegini
Aku tak sanggup lagi
Menerima derita ini
Aku tak sanggup lagi
Menerima semuanya
Oh Tuhan, berikan petunjuk-Mu
Untuk kujadikan pegangan hidupku
Katakan salahku dan apa dosaku…)
Apakah salah dan dosa dalam perjalanan hidup pemilik spanduk dan baliho tersebut, sehingga ditanamkan di dalam benaknya dua kata, yakni “HARUS MENANG?”
Bagaimana pula aroma “HARUS MENANG” jika diperhadapkan dengan “HARUS KALAH?”
Semua tergantung pada kata, kata dan kata. (***)
Simalungun - Konstruktif.id | Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara dan…
Simalungun - Konstruktif.id | Tim Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar melakukan…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kanit Binmas Polsek Siantar Timur AIPTU P. Simanjuntak selaku Perwira pengawas…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kapolres Pematangsiantar AKBP Yogen Heroes Baruno SH. SIK pimpin Apel Pergeseran…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Dukung Pengamanan Pilkada 2024 ,Sebanyak 61 personel Sat Brimob Polda Sumut…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024 Personil Polres Pematangsiantar mengikuti Latihan Pengendalian…