Buru-buru aku turun ke Lt 9 lewat tangga dan menuju pintu lift. Beberapa kali kupencet pintu lift tak kunjung terbuka. Entah apa. Saya tanya perawat dekat situ, suruh saya sabar. Wah. Gawat. Terpaksa lari lewat tangga darurat.
“Lama kali pak. Ini pas giliran bapak. Omonglah,” katanya sambil mendekatkan layar HPnya.
“Sore Dok. Sepertinya kondisiku baik-baik saja,” kataku seadanya. Dari seberang Pak Dokter mengucapkan selamat. Membuatku agak heran. “Kenapa Dok?” tanyaku.
“Anda sudah bisa pulang sekarang. Hasilmu sudah negatif. Soal paru, perlahan-lahan itu akan sembuh. Yang penting virus itu sudah tidak menginfeksimu lagi. Buktinya negatif. Jadi selamat iya!,” katanya.
Tak sempat lagi beliau menjawab “Tapi Dok? Terimakasih dokter!” kataku entah masih didengarnya.
Begitu perawat berlalu, pintu kututup dari dalam dan aku bersujud di lantai. Menangis sejadi-jadinya.
“Terimakasih Tuhanku. Terimakasih Jesusku…. MujizatMu nyata bagiku saat ini. Kau telah dengar doa hambamu pendosa ini. Terimakasih… Bapaku…!” entah berapa lama aku berdoa, bersyukur menangis bahagia.
Aku sembuh dari Covid 19. Bukan karena hebatku. Semata-mata mujizat Tuhan. Hanya 8 hari, aku bebas dari Covid itu. Semua hanya karena kekuatan doa. Bukan doaku saja. Tapi doa semua orang yang mengasihi dan menginginkanku sembuh. Mereka banyak di luar ruang isolasi ini.
Ada yang anak-anak sekolah minggu. Ada keluarga, sahabat, teman, dan pangula ni huria. Bahkan sahabat istri, anak tidak saja yang beragama Kristen, banyak yang beragama Non Kristen.
Doa tulus mereka telah didengar Sang Maha Tabib. Sang Penyembuh Abadi. Sang Pemberi Mujizat.
Selesai doa syukur penuh haru, aku mulai menelepon. Kutelepon istri. Kutelepon Pahompuku Rina Simanjuntak. Kutelepon anakku. Kutelepon komandanku Letkol Ckm Ricardo Simanjuntaj. Kutelepon beberapa orang yang ingin kuberitahukan sukacita ini.
Aku keluar ke meja jaga perawat. Mereka sodorkan beberapa dokumen yang harus kutandatangani. Kulihat biaya berobatku Rp 45 Juta sekian.
“Kami sudah menghubungi Prudential Pak. Tinggal tunggu persetujuan saja,” kata si perawat sambil mengucap selamat.
Sebelum kembali ke kamar, kusempatkan mengetuk pintu sebelah kamarku. Kamar Sitompul, kawanku tadi pagi Swab.
“Ijin. Aku mau pamit pulang duluan iya. Hasilku negatif. Bagaimana denganmu?”
Diapun tersenyum sumringah. “Mantap Amang. Akupun negatif. Ini sedang beres-beres mau pulang juga. Selamat iya Amang. Sampai ketemu di luar RS ini,” katanya.
Tak lama, setelah semua barang-barang yang akan kubawa pulang kuberesi, saya di antar oleh perawat menuju lantai basement. Di sana sudah menunggu istri dan pasutri hebat Galbred dan Rina.
“Selamat iya Pa. Selamat iya Pung…” kata mereka tanpa bersalaman. Aku menundukkan kepalaku ke mereka. Tangis dan tawa bergantian.
Terimakasih Tuhan.
Terimakasih Yesus.
Terimakasih Bunda Thamrin.
Terimakasih dokter, perawat dan administrasi.
Terimakasih Prudential.
Terimakasih semua yang mendoakan kesembuhanku.
Terimakasih untuk semua…
Covid, jangan kita sepelekan. Tapi, jangan terlalu ditakuti, hingga paranoid. Benar-benar jagalah diri. Pakai masker. Jaga jarak. Sering cuci tangan pakai sabun. Jaga kebugaran tubuh. Istirahat yang cukup. Persiapkan Proteksi Kesehatan dari Prudential. Berdoa. Horas! (Bagian 2, habis).
Discussion about this post