Pematang Siantar | Konstruktif.id
Wacana penundaan pelaksanaan Sinode Godang (Perhelatan Akbar) HKBP yang direncanakan Minggu Kedua Desember 2020 semakin menguat. Alasan yang mengemuka jelas, kewaspadaan terhadap kemungkinan timbulnya kluster baru Covid-19 sebab akan mengumpulkan ribuan orang peserta dan panitia, di Seminarium Sipoholon tempat dimana Pdt Demak Simanjuntak yang terpapar dan meninggal akibat keganasan Covid-19.
“Panitia sudah bekerja keras dan telah mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan SG HKBP yang sesuai rencana akan dilaksanakan pada 9 – 13 Desember 2020 di Seminarium Sipoholon. Tetapi dua hari lalu Kapolres datang untuk meminta Ephorus HKBP untuk mempertimbangkan pelaksanaan SG HKBP dilaksanakan secara virtual,” ujar Pdt DR Martongo Sitinjak STh MTh kepada Konstruktif, Kamis (3/12).
Dikatakan, merespon permintaan itu, Ephorus meminta agar ada alasan yang jelas jika harus ditunda. Karena sudah dipersiapkan dengan baik. Sepertinya Forkominda sudah berjanji akan mengawasi seluruhnya, walaupun kita sendiri agak sedikit khawatir melihat jumlah peserta yang datang dari seluruh Indonesia.
“Tapi adanya bantuan dan dukungan dari Forkominda, kita semakin yakin. Sehingga kita meminta harus ada dasar sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agama, semacam surat keterangan tertulis yang memberitahu bahwa aman bersinode. Jangan pula kita gelar sinode padahal melahirkan kluster baru. Dan yang mengetahui kondisi menyeluruh, adalah pemerintah bukan HKBP,” tandas Martongo.
Lebih jauh dikatakannya, bahwa pihaknya maupun panitia tidak mengetahui siapa yang terpapar, yang tahu hanya Gugus Tugas.
Jadi kita sangat membutuhkan surat yang memberitahu boleh atau tidak boleh melaksanakan sinode. Sebab hal itu berkaitan dengan Covid-19, bukan soal sinode.
“Bukan soal ijin bersinode, tetapi yang bisa menjelaskan apakah kita bisa aman bersinode dengan jumlah orang 1.380 orang dengan kondisi tempat dan penginapan yang sangat terbatas. Dimana peserta akan ada yang menginap di hotel-hotel. Apakah pemerintah bisa memantau itu. Sebab panitia pasti tidak bisa memantau itu,” jelas Martongo.
Menanggapi adanya arus permintaan jangan sampai sinode menimbulkan permasalahan baru, kluster baru di tengah pandemi Covid-19, sehingga sebaiknya ditunda, Martongo mengatakan bahwa dirinya berada di arus yang sama.
“Keselamatan rakyat itula hukum tertinggi sebagaimana yang sudah disampaikan Presiden RI Joko Widodo. Dan dari sudut pandang ephorus itulah yang diutamakan. Namun yang bisa menentukan, apakah aman atau tidak adalah Gugus Tugas. Jadi posisi kita menunggu apa pendapat dari Gugus Tugas,” tambahnya.
Menjawab pertanyaan adanya peserta sinode yang sudah menjalani tes Swab, Martongo mengatakan bahwa hal tersebut sesuai arahan Gugus Tugas Covid-19.
“Sebab kita tidak pernah meminta peserta datang sebelum tanggal 9 Desember 2020,” tegasnya. Diakui Martongo bahwa sebelumnya ada permintaan kepada Gugus Tugas agar peserta di-Swab sehari sebelum sinode dan dilaksanakan di tempat.
“Tetapi Gugus Tugas mengatakan tidak sanggup menyangkut keterbatasan fasilitas, sehingga disarankan agar Swab di tempat masing-masing, dan sehari sebelum sinode seluruh peserta kembali di Rapid Test,” ujarnya.
Ketika ditanya sikap pribadinya dalam rencana pelaksanaan SG HKBP ini, dikaitkan dengan meninggalnya salah seorang pendeta yang berdomisili di dalam kawasan rencana tempat bersinode, Martongo mengatakan semakin cepat SG ini berakhir, Haleluya.
“Sebenarnya sudah ada 10 orang yang terpapar di tempat itu dan 5 orang di isolasi di rumah sakit dan 5 orang isolasi mandiri di tempat itu. Harusnya ini menjadi pertimbangan apalagi Pdt Demak itulah yang menjadi pemimpin di tempat itu,” tutup Martongo. (Pardomuan Nauli Simanjuntak).