Jember | Konstruktif.id – Sebuah video pernyataan Bupati Faida tentang mahalnya surat rekomendasi partai politik untuk pemilihan kepala daerah viral di media sosial. Ia menyinggung soal uang miliaran rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan surat rekomendasi pencalonan dalam pilkada dari partai.
Dilansir dari Beritajatim.com, pernyataannya ini dikemukakan saat dirinya menjadi panelis dalam acara webinar dengan topik perempuan sebagai kepala daerah, di Pendopo Wahyawibawagraha, Kabupaten Jember, Jawa Timur, 25 Agustus 2020 lalu.
Saat itu, Faida tampil bersama Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana dan Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko.
Faida mendapat kesempatan menjawab pertanyaan soal kesiapannya sebagai calon bupati independen.
“Saya sejatinya tidak merancang untuk maju secara independen, apalagi saya incumbent. Namun seperti biasa dinamika perebutan rekom, perjuangan untuk mendapatkan rekom, meskipun kita pernah berkontribusi kepada partai, kepada peningkatan suara, itu tidak otomatis lalu kita mendapatkan rekom kembali,” katanya.
“Tetapi bagi saya, apapun yang penting kita tidak boleh berpisah dengan rakyat. Selama kita diingini rakyat, mendapat rekom atau tidak dari partai, kebersamaan itu akan menguatkan dalam pembangunan ke depan,” sambung Faida.
“Kalau pengalaman (pilkada Jember) 2015, saya mendapatkan rekom dari partai tanpa mahar, itu memang terjadi. Dan saya tidak membayar rekom tersebut, baik dari PDI Perjuangan maupun dari Nasdem. Namun pada periode kedua ini belum ada rekom yang turun sampai hari ini di Kabupaten Jember,” ujarnya lagi.
“Namun alhamdulillah (saya) bisa mendapatkan rekom rakyat dan berhasil lolos dari verifikasi faktual KPU. Dan alhamdulillah tidak ada satu suara pun yang kami beli dari rakyat. Karena kepercayaan rakyat ini yang membuat saya merasa layaklah berjuang pada lima tahun ke depan. Karena rakyat memberi kepercayaan,” kata Faida.
“Dari 121 ribu suara minimal yang dipersyaratkan dari KPU, dalam sepuluh hari, relawan kami berhasil mengumpulkan 250 ribu suara, dan kami hanya sempat memasukkan dalam Silon (Sistem Informasi Pencalonan) KPU (sebanyak) 180 ribu (dukungan),” lanjut dia.
Faida memastikan tidak ada suara dukungan yang dibayar.
“Ini menunjukkan masyarakat Jember semakin dewasa dan semakin sehat dalam pilkada,” katanya.
“Dan untuk itu saya pastikan, kalau dalam pilkada itu mencari rekom saja perlu uang bermiliar-miliar, sementara gajinya bupati semua orang tahu rata-rata Rp 6 juta, kalau toh ada insentif dan lain-lainnya, dengan biaya yang puluhan miliar itu, saya pastikan sulit untuk menjadi pemimpin yang tegak lurus.”
“Apabila mengawali pencalonan di pilkada dengan cara-cara yang kurang terhormat: membeli kesempatan, membayar kepercayaan, itu bukan suatu awalan yang baik dan saya meyakini tidak akan mendapat rido dari Allah SWT.”
Sebagai catatan, dalam pilkada Jember tahun 2015, Faida bersama Abdul Muqiet Arief diberangkatkan oleh PDI Perjuangan, Partai Nasional Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Hanura.
Namun di 2020 ini, ia yang hendak maju kembali dengan status petahana justru gagal memperoleh rekomendasi dari partai-partai di parlemen.
Akhirnya, ia memutuskan maju melalui jalur perseorangan atau independen bersama calon wakil bupati Dwi Arya Nugraha Oktavianto.
Hingga artikel ini ditulis, Beritajatim.com belum memperoleh tanggapan dari sejumlah petinggi partai tingkat kabupaten yang pernah mendukung Faida dalam pilkada lima tahun lalu mengenai video tersebut.
Discussion about this post