Medan | Konstruktif.ID – Ketua AMAN Tano Batak, Roganda Simanjuntak mengungkapkan, bahwa upaya mendorong peraturan daerah (Perda) di Kabupaten Tobasa (sekarang Kabupaten Toba), sudah dimulai 5 tahun yang lalu bersama koalisi AMAN Tano Batak, KSPPM, Bakumsu, dan HARI.
Hal itu disampaikannya dalam sebuah diskusi “Sahkan Ranperda Masyarakat Adat Propinsi Sumatera Utara” yang dimoderatori Direktur YAPIDI, Nova Gurusinga dengan narasumber Manambus Pasaribu (Direktur BAKUMSU), Delima Silalahi (Direktur KSPPM), Roganda Simanjuntak (ketua AMAN Tano Batak), Saurlin Siagian (Ketua HARI), di Kafe Potret, Medan, Senin (16/11/2020).
Sementara peserta aktif, Rafendi Djamin (HRWG), Diana (BITRA), Bekmi (Elsaka), Erwin (Teplok), Hawari (KPA W Sumut), Dana ( Walhisu), Henry Marpaung (KDT), Jones Gultom (Medan Bisnis), Poltak Simanjutak (LSPL/Konstruktif), Yoseph Pencawan (Media Indonesia), dan Tonggo Simangunsong (HMSTimes.com) .
“Konflik tanah adat memang sangat tinggi di Tobasa, dan berulangkali aksi massa terjadi mendorong lahirnya peraturan untuk melindungi masyarakat adat di kabupaten ini. Kita melakukan setidaknya 2 kali konsultasi publik. Akademisi yang ada sangat terbatas, termasuk pemahamannya. Perda yang lahir adalah Perda Tanah Ulayat. Sifatnya pengaturan. Perda no 1 2020 tentang hak ulayat masyarakat Toba Samosir dikeluarkan, pada Januari 2020. Bupati kembali membuat keputusan pembentukan panitia pada bulan februari. Saat ini Panitia sedang bekerja untuk melakukan identifikasi dan verifikasi masyarakat hukum adat di Toba,” kata Roganda Simanjuntak.
Direktur BAKUMSU, Manambus Pasaribu menyebutkan bahwa Ranperda ini sangat penting di Sumut karena tingginya konflik agraria, dan belum adanya mekanisme yang tersedia untuk proses penyelesaiannya.
“Maka dalam hal ini Perda menjadi penting. Juga tingginya laju deforestasi di Sumatera Utara. Juga tingginya ketimpangan sosial dan ekonomi, dimana masyarakat ada berada dalam situasi darurat,” katanya.
Kita sudah membuat naskah akademik sebagai hasil studi yang dilakukan oleh masyarakat Sipil sejak tahun 2017, namun DPRDSU ingin supaya naskah akademik itu dibuat oleh Universitas, sehingga akhirnya DPRD meminta USU untuk menyusun Naskah Akademik yang diselesaikan tahun 2018.
Setelah selesai dibuat oleh USU, berita baiknya kami melihat bahwa sekitar 80% naskah yang dibuat oleh USU dan Koalisi Masyarakat Sipil memiliki kesamaan. Hal-hal yang berbeda kita surati secara resmi untuk diakomodir.
Setelah masuk Prolegda tahun 2018, prosesnya kemudian dari Komisi A masuk ke Baleg, dan saat ini dalam dinamika apakah akan disahkan atau tidak dalam Paripurna DPRD Sumut.
“Kesimpulan saya: Pemerintah dan legislatif di Daerah belum memiliki komitmen yang cukup tinggi dalam melakukan perlindungan terhadap masyarakat adat. Dalam konteks otonomi daerah, masyarakat adat tidak menjadi perhatian utama pemerintah daerah, padahal mandat ini ada di daerah,” katanya.
Ketua HARI, Saurlin Siagian menegaskan, bahwa perlindungan masyarakat adat menjadi penting di tengah konflik bangsa kita saat ini yang meningkat tajam.
“Kita butuh masyarakat adat sebagai pemersatu bangsa kita ini. Ini adalah kekeliruan sejarah ketika masyarakat adat yang sudah berdiam di nusantara ini sudah ratusan bahkan ribuan tahun, sementara lahirnya pemerintah Indonesia masih 70-an tahun. Perda masyarakat adat diperlukan karena proteksi masyarakat adat mendesak untuk menjadi jangkar menyelesaikan konflik pertanahan yang meningkat saat ini. Oleh karena itu kita dari koalisi masyarakat sipil mendorong supaya Perda ini segera ditetapkan dalam Paripurna DPRD minggu depan,” katanya.
Direktur Elsaka, Bekmi Silalahi menjelaskan, bahw payung hukum sebenarnya sudah ada, termasuk konstitutsi, ini urusannya political will dari para anggota legislative kita yang buruk.
Tidak ada alasan untuk tidak mengesahkan ranperda ini di Propinsi. Saat ini ada proses pengesahan di berbagai kabupaten seperti Tapanuli Utara, Samosir, Langkat. Sehingga langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi terhadap berbagai kelompok masyarakat adat di Sumatera Utara sembari menunggu penetapan di propinsi Sumatera Utara.
Dijelaskan Direktur YAPIDI, Nova Gurusinga, bahwa latar belakang diskusi tersebut, bahwa Perda Perlindungan Masyarakat adat mendesak di Propinsi Sumatera Utara untuk menjadi jangkar atas tingginya konflik tanah di satu sisi, dan juga sebagai payung untuk melindungi kelestarian masyarakat adat sebagai penyangga Indonesia.
Pertemuan dilakukan dalam rangka mendorong pengesahan Perda Masyarakat Adat (MA) di Sumatera Utara yang saat ini dalam proses pengesahan di DPRD Sumut, khususnya dengan akan diadakannya Paripurna DPRDSU 23 November 2020.
Selain diskusi mendorong pengesahan Perda MA di Sumut, juga dilakukan sharing kisah sukses lahirnya perda MA di Kabupaten Toba dan Kabupaten Humbang Hasundutan. (Poltak Simanjuntak)
Simalungun - Konstruktif.id | Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara dan…
Simalungun - Konstruktif.id | Tim Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar melakukan…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kanit Binmas Polsek Siantar Timur AIPTU P. Simanjuntak selaku Perwira pengawas…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kapolres Pematangsiantar AKBP Yogen Heroes Baruno SH. SIK pimpin Apel Pergeseran…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Dukung Pengamanan Pilkada 2024 ,Sebanyak 61 personel Sat Brimob Polda Sumut…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024 Personil Polres Pematangsiantar mengikuti Latihan Pengendalian…