Jakarta / Konstruktif. id
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, masih ada data yang tidak sinkron terkait warga penerima bantuan sosial (bansos) saat pandemi Covid-19.
Untuk itu, Presiden meminta ketidaksinkronan data itu diselesaikan agar masyarakat segera mendapat bantuan.
Hal itu disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas ‘Penyederhanaan Prosedur Bansos Tunai dan BLT Dana Desa’ yang disiarkan saluran YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (19/5/2020).
“Memang ini ada data yang tidak sinkron.”
“Oleh sebab itu saya minta ini agar segera diselesaikan, agar masyarakat yang menunggu bantuan ini betul-betul bisa segera mendapatkan,” kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi meminta mekanisme bansos dibuat lebih terbuka dan transparan ke depannya.
Tentunya, dengan melibatkan RT dan RW untuk mendata pembagian bansos tersebut.
“Libatkan, saya kira dilibatkan RT, RW, desa, dibuat mekanisme lebih terbuka, lebih transparan,” pinta Jokowi.
Kepala Negara pun berharap permasalan terkait bansos bisa segera selesai.
Sehingga, masyarakat yang terdampak benar-benar bisa merasakan bansos dari pemerintah.
“Sehingga semuanya bisa segera diselesaikan, baik itu yang namanya BLT desa, yang namanya bantuan sosial tunai, bansos tunai, saya kira itu ditunggu oleh masyarakat,” tutur Jokowi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan dalam mengawasi penyaluran bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Juga, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Kejaksaan.
Jokowi berharap pelibatan lembaga tersebut akan mampu mencegah praktik-praktik korupsi bansos.
Hal itu disampakan Jokowi saat memimpin rapat terbatas ‘Penyederhanaan Prosedur Bansos Tunai dan BLT Dana Desa’ yang disiarkan saluran YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (19/5/2020).
“Untuk sistem pencegahan, minta saja didampingi dari KPK, BPKP, atau Kejaksaan.”
“Saya kira kita memiliki lembaga-lembaga untuk mengawasi, untuk mengontrol, agar tidak terjadi korupsi di lapangan,” ujar Jokowi.
Kepala Negara juga menyoroti masalah prosedur yang berbelit-belit terkait penyaluran bansos bagi warga yang terkena dampak Covid-19.
Untuk itu, Jokowi menginstruksikan ada penyederhanaan aturan dalam penyaluran bansos kepada masyarakat terdampak.
Sehingga, masyarakat terdampak Covid-19 dapat menerima bansos tanpa persyaratan yang berbelit-belit.
“Kecepatan yang kita inginkan agar bansos segera sampai di masyarakat.”
“Ternyata memang di lapangan banyak kendala, dan problemnya adalah masalah prosedur yang berbelit-belit.”
“Pada situasi yang tidak normal, yang bersifat extraordinary, sekali lagi ini butuh kecepatan.”
“Oleh sebab itu, saya minta aturan itu dibuat sesimpel mungkin, sesederhana mungkin.”
“Tanpa mengurangi akuntabilitas, sehingga pelaksanaan di lapangan bisa fleksibel,” paparnya.
Sementara, KPK memastikan mengambil langkah-langkah antisipasi dalam melakukan pengawasan terhadap anggaran selama pandemi Covid-19.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, langkah antisipasi KPK adalah berkoordinasi dengan Menko PMK, Kementerian Sosial, dan Kemendagri.
Juga, Kemenag, Kemendes, Kemendikbud, untuk penggunaan data terpadu kesejahteraan sosial.
Menurut Pahala, ada titik rawan korupsi pada anggaran penanganan pandemi Covid-19.
Misalnya, ia mengatakan titik rawan korupsi ada pada pengadaan barang/jasa.
Hal tersebut ia sampaikan pada diskusi virtual bertajuk ‘Implikasi Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Sosial, Ekonomi, Politik, Hukum dan Keamanan’, yang diselenggarakan Indonesian Public Institute (IPI), Senin (18/5/2020) malam.
Anggaran penanganan pandemi Covid-19 yang dikucurkan pemerintah untuk 2020 ini mencapai Rp 405 triliun.
Rinciannya, Rp 75 trilun untuk kesehatan, Rp 70 triliun untuk industri, Rp 110 trilun untuk social safety net, dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan pemulihan ekonomi nasional.
“Kolusi dengan penyedia, mark up harga, kickback, benturan kepentingan dalam pengadaan, kecurangan.”
“Filantropi atau sumbangan pihak ketiga; pencatatan penerimaan, penyaluran bantuan, dan penyelewengan bantuan,” papar Pahala.
Begitu juga dengan refocusing dan realokasi anggaran APBN dan APBD, alokasi sumber dana dan belanja, serta pemanfaatan anggaran.
Hal lain adalah terkait penyelenggaraan bantuan atau sosial safety net untuk pemerintah pusat dan daerah dalam pendataan penerima, klasifikasi dan validasi data, belanja barang, distribusi bantuan dan pengawasan.
Menurut Pahala, KPK sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 8 pada 2 April 2020 tentang Penggunaan anggaran Pelaksanaan Barang/Jasa dalam rangka percepatan penggunaan Covid-19 terkait pencegahan korupsi tersebut.
“Bumbu-bumbu pencegahan memberi kepastian bagi pelaksana pengadaan.”
“Sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan,” katanya.
Namun, lanjut Pahala, pelaksanaan anggaran dan PBJ harus mengedepankan harga terbaik.
PBJ dalam kondisi darurat cukup menekankan pada prinsip efektif, transparan, dan akuntabel.
KPK juga mendorong keterlibatan aktif APIP dab BPKP terkait proses pelaksanaan PBJ, dengan berkonsultasi kepada LKPP.
“Dan sumbangan dalam pelbagai bentuk, sepanjang ditujukan kepada lembaga atau organisasi, bukan termasuk gratifikasi dan tidak perlu dilaporkan ke KPK,” ucap Pahala. (Wartakota).