Jakarta | Konstruktif.ID — Presiden Joko Widodo meminta kepada seluruh jajarannya untuk melakukan perencanaan vaksinasi COVID-19 yang detail dalam kurun waktu dua minggu saja. Menurutnya, dibutuhkan rencana yang matang untuk mempermudah program vaksinasi..
“Saya minta dalam dua minggu ini sudah ada perencanaan yang detail, kapan dimulai, lokasinya di mana, siapa yang melakukan, siapa yang divaksin pertama,” ungkap Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/9).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sedang mempersiapkan peraturan presiden (Perpres) terkait vaksinasi apabila vaksin corona yang aman dan efektif sudah ditemukan. Pemerintah, kata Airlangga, juga mempersiapkan peta jalan pelaksanaan vaksinasi. Selain itu, juga akan dibuat program pelacakan vaksinasi yang akan memuat data yang berbasis BPJS dan nomor induk kependudukan (NIK).
Data tersebut akan digunakan untuk melacak efektivitas daripada vaksinasi itu. Anggaran yang disiapkan oleh pemerintah untuk vaksinasipun mencapai triliunan rupiah.
“Di mana nanti vaksin itu perlu tracing siapa yang mendapatkan dan bagaimana efektivitasnya dan juga ada kebutuhan dana vaksin yang sudah disiapkan tahun ini sebesar Rp3,8 triliun dan di APBN 2021 disiapkan Rp18 triliun,” jelas Airlangga.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menjelaskan sejauh ini tidak ada laporan dari relawan yang merasakan efek samping yang berat dari uji klinis fase III vaksin COVID-19 yang sedang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi dari China, Sinovac dan PT Bio Farma (Persero).
“Laporan yang diterima sampai saat ini uji klinis berjalan dengan lancar. Dan tidak diperoleh efek yang berat. Jadi intinya dapat berjalan dengan lancar dan sejauh ini hasilnya baik,” ujar Retno.
Lanjut Retno, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan mengunjungi fasilitas Sinovac di Beijing, China, guna meninjau tempat pengembangan vaksin tersebut. Tim dari BPOM, kata Retno juga telah mengunjungi Uni Emirat Arab (UEA) tempat pengembangan vaksin yang sedang dilakukan oleh Sinopharm dan G42. Selain berkunjung, pihak BPOM, Sinopharm serta G42 juga telah bertukar informasi terkait pengembangan uji klinis vaksin tersebut.
“Sharing data ini akan sangat penting bagi BPOM untuk penggunaan vaksin dari Sinofarm dan G42. Ini merupakan langkah yang diambil otoritas di sini dalam hal ini BPOM yang sangat hati-hati untuk memastikan safety, efikasi, dan quality dari vaksin tersebut,” jelasnya.
Jokowi Sebut Mini Lockdown Efektif Tekan Kasus COVID-19
Presiden Joko Widodo mengimbau kepada seluruh kepala daerah di tanah air untuk meningkatkan pembatasan sosial berskala mikro sampai kepada tingkat RT dan RW guna menekan perebakan wabah virus corona. Menurutnya, strategi tersebut akan lebih manjur dibandingkan dengan melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
“Artinya pembatasan berskala mikro baik itu di tingkat desa, di tingkat kampung, di tingkat RW, RW atau di kantor atau di ponpes. Saya kira itu lebih efektif. Mini lockdown yang berulang itu akan lebih efektif,” ungkap Jokowi.
Ia menilai, apabila penanganan pandemi disamakan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, tindakan itu akan merugikan berbagai pihak, karena setiap wilayah memiliki tingkat risiko wabah corona yang berbeda-beda.
Kasus Aktif Corona di Indonesia di Bawah Rata-Rata Dunia
Berdasarkan data yang diperoleh Jokowi per (27/9) menunjukkan kasus aktif corona di Indonesia mencapai 22,46 persen, sedikit di bawah rata-rata kasus aktif corona globa, yakni l 23,13 persen. “Saya kira ini baik untuk terus diperbaiki lagi,” imbuhnya.
Terkait dengan angka kematian, pemerintah mengklaim bahwa rata-rata angka kematian akibat virus ini cukup membaik dibandingkan dengan bulan lalu yakni dari 4,33 persen menjadi 3,77 persen. Meski begitu angka tersebut masih lebih tinggi dibanding rata-rata kematian dunia, yakni 3,01 persen.
Angka rata-rata kesembuhan pun masih di bawah rata-rata dunia. Tercatat rata-rata angka kesembuhan di tanah air mencapai 73,76 persen, sedangkan dunia 73,85 persen. Maka dari itu, guna meningkatkan angka kesembuhan.pihaknya memerintahkan Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan standar pengobatan dan perawatan baik itu di ruang unit gawat darurat (ICU), maupun di ruang isolasi maupun di wisma atlet kemayoran, Jakarta.
Tingkat Okupansi ICU dan Isolasi Corona di Indonesia Masih di Bawah Standar WHO
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyebut tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) di ruang unit gawat darurat (ICU) dan ruang isolasi COVID-19 secara nasional hanya mencapai 46,29 persen. Angka tersebut, ujar Airlangga masih di bawah standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni 60 persen.
“Dilaporkan secara nasional keterisian tempat tidur ICU dan isolasi atau bed occupancy rate 46,29 persen. Kapasitas nasional 46.705, yang dipakai 21.619,” ungkapnya.
Dari sembilan provinsi prioritas penanganan pandemi, hanya dua provinsi yang melebihi standar WHO,yakni DKI Jakarta (60,6 persen) dan Bali (61,6 persen). Sedangkan tujuh provinsi lainnya yang masih di bawah standar WHO adalah Jawa Timur (41,8 persen), Jawa Barat (55,1 persen), Jawa Tengah (40,3 persen), Sumatera Barat (45 persen), Sulawesi Selatan (29,4 persen), Kalimantan Selatan (33,4 persen) dan Papua (37,6 persen).
Doni Monardo: Rekomendasi BPKP, Harga Swab Test Mandiri Rp797.000
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo menyebut bahwa pemerintah masih merumuskan standarisasi harga untuk swab test PCR. Namun Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) disebutnya telah merekomendasikan sejumlah harga kontraktual dan mandiri.
Doni mengatakan estimasi harga tes PCR untuk kontraktual direkomendasikan Rp439.000, untuk satu spesimen. “Sedangkan untuk yang sifatnya mandiri, usulan dari BPKP adalah Rp797.000,” kata Doni.
Rekomendasi tersebut, ujar Doni masih akan dievaluasi oleh Kementerian Kesehatan agar tidak memberatkan kalangan pengusaha dan juga masyarakat. [Sumber: VOAIndonesia]
Discussion about this post