Jakarta | Konstruktif.id – Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa pembangunan ibu kota baru ‘tertunda’ karena pandemi Covid-19, kemungkinan selama minimal ‘enam bulan.’
“Time table tentu saja sedikit tertunda karena pandemi Covid-19, mungkin selama enam bulan atau sekitarnya, kita tidak tahu, lihat nanti,” ujar Luhut dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Jakarta Foreign Correspondents Club, Senin (10/08).
Namun, dengan ditundanya tahapan-tahapan pembangunan di ibu kota baru karena pandemi, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan bahwa rencana pemindahan ASN dan beberapa kementerian atau lembaga pemerintah pada 2024 “tidak realistis”.
Saya justru pesimis dan sebenarnya [timeline pemerintah] tidak realistis. Dengan kondisi seperti itu saja, kan butuh waktu sebenarnya, kalau itu dipercepat, ini justru akan menjadi bumerang, ini tidak akan menjadi contoh yang baik bagaimana merancang kota baru karya anak bangsa karena banyak prosedur-prosedur yang harus dilakukan, tidak dilewati atau dipercepat, dibuat instan,” ujarnya kepada BBC Indonesia via sambungan telpon (10/08).
Sementara itu, Ahmad Heri Firdaus, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan bahwa pemerintah akan menghadapi ‘tantangan’ dalam mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di ibu kota baru karena kelesuan ekonomi nasional dan global.
“Sekarang ini defisit APBN kian diperlebar, bahkan lebih dari 5%, tapi nanti akan kembali lagi ke maksimal 3% pada 2023, ini suatu tantangan tersendiri bagaimana pemerintah bisa memberikan anggaran untuk alokasi belanja infrastruktur di daerah ibukota baru, sementara defisit harus ditekan kembali,” jelasnya.
Diskusi soal investasi asing untuk ibu kota baru ‘sangat sedikit’
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan bahwa diskusi soal investasi asing untuk wilayah ibu kota baru, yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur, ‘sangat sedikit’ karena kelesuan ekonomi global.
“Mungkin dalam tiga, empat bulan terakhir, sangat sedikit [diskusi tentang investasi asing di ibu kota baru. Sekarang ini…[minat] investasi asing langsung (FDI) dan lembaga kekayaan negara [sovereign wealth fund] rapuh, diskusi mendetail dengan Abu Dhabi harus menunggu sampai Omnibus Law disahkan,” kata Luhut saat menjawab pertanyaan dari BBC Indonesia dalam diskusi virtual (10/08).
“[Omnibus Law] semoga akan disahkan secepatnya, antara akhir bulan ini atau awal bulan depan, dari situ kita bisa melihat bagaimana diskusi dengan investor asing akan berlangsung.”
Pemerintah telah menyebut bahwa total dana yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru adalah sekitar Rp486 triliun. Dari angka itu, 54% direncanakan diperoleh dari kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), atau sekitar Rp 265,2 triliun.
Dana swasta juga diharapkan memenuhi sekitar 26% dari kebutuhan dana tersebut, sementara untuk dana dari APBN diperkirakan sebesar Rp93,5 triliun, atau 19,2% dari total dana.
Pemerintah telah menyusun garis waktu untuk pembangunan ibu kota baru, sebagai berikut:
2017-2019: Penyusunan dan penyelesaian kajian
2020: Penyiapan regulasi dan kelembagaan, penyusunan masterplan kota, perencanaan kawasan
2021: Penyediaan lahan, penyusunan Detail Engineering Design (DED) kawasan, dan groundbreaking pembangunan ibu kota baru
2022-2024: Pembangunan kawasan inti pusat pemerintahan dan sebagian kawasan ibu kota negara
2025-2029: Pembangunan ibu kota negara
Namun, Luhut mengatakan time table itu akan meleset karena pandemi Covid-19.
“Time table tentu saja sedikit tertunda karena pandemi Covid-19, mungkin selama enam bulan atau sekitarnya, kita tidak tahu, lihat nanti,” ujar Luhut.
Soal Omnibus Law, Luhut mengatakan bahwa pemerintah yakin produk undang-undang tersebut bisa disahkan dalam waktu dekat.
“Tentu saja kami yakin, kami mengendalikan tujuh partai politik yang mendukung pemerintah, jika tidak yakin kami tidak akan mengajukan RUU Omnibus Law ke DPR,” ujarnya.
“Kebijakan pemerintah sederhana. Kami tidak akan merugikan buruh-buruh di Indonesia, kami akan melindungi mereka, namun di saat yang bersamaan [buruh] juga harus melindungi investor. Kami akan menguntungkan kedua belah pihak,” ujarnya.
Menanggapi berita soal protes warga terhadap keberadaan tenaga kerja asing, terutama dari China, Luhut mengatakan bahwa hal itu terjadi karena adanya “beberapa politisi di Jakarta yang mengatakan hal-hal buruk” terkait keberadaan tenaga kerja asing.
“Jika Anda bertanya kepada warga di Sulawesi, atau Bintan, mereka sangat senang sekarang. Seperti di Morowali, di mana kompleks industri baru selesai dibangun. Harga tanah di sana dulu hanya Rp20 ribu atau Rp30 ribu, sekarang harganya ratusan ribu rupiah [per meter persegi]. Jadi warga mendapat banyak uang.
“Dan kini [pengusaha] mempekerjakan banyak orang Indonesia, yang ditempatkan di fasilitas asrama, mereka digaji Rp20, 30, 40 juta per bulan. Di Jakarta, beberapa politisi mengatakan hal-hal buruk soal ini,” ujar Luhut.
Tenaga kerja Indonesia akan menggantikan para tenaga kerja asing tersebut, namun “butuh waktu”, katanya.
“Ini bukanlah solusi yang bisa direalisasikan dalam satu malam, kami paham ini. Beberapa kritikus…saya tidak yakin mereka mengerti program ini.” (K1)
Discussion about this post