Pematangsiantar | Konstruktif.id
Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi Nomor : 245 K/Pdt.Sus-PHI/2021, tertanggal 29 Maret 2021 namun baru diterima tanggal 28 September 2021, memenangkan tuntutan eks karyawan masing–masing Thomas Isaiah Panjaitan dan Jon Hendri Manullang, yang menggugat Pimpinan PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Kantor Wilayah VI Sumatera, untuk membayar hak-hak pesangon karena dianggap telah melakukan PHK secara tidak sah dan sewenang-wenang.
Dalam pertimbangan putusan halaman 8, Hakim Judex Facti Mahkamah Agung menyatakan bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Negeri Medan sudah tepat dan benar karena Judex Facti telah mempertimbangkan bukti-bukti kedua belah pihak dan telah melaksanakan hukum acara dengan benar dalam memutus perkara, sehingga berdasarkan alasan tersebut maka Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Kantor Wilayah VI Sumatera.
Dengan putusan tersebut, maka PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Kantor Wilayah VI Sumatera yang berkedudukan di Medan, diwajibkan untuk membayar pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak kepada Penggugat I ic. Thomas Isaiah Panjaitan dan Penggugat II ic. Jon Hendri Manullang, sebagaimana telah diputuskan oleh Hakim Judex Facti Pengadilan Negeri Medan Nomor : 27/Pdt.Sus-PHI.Sus-PHI/2018/PN Mdn, tanggal 23 Juli 2018, yakni kepada Penggugat I sebesar Rp 40.641.000.- dan kepada Penggugat II sebesar Rp 40.641.000.- total keseluruhannya sebesar Rp 81.282.000.- (Delapan puluh satu juta dua ratus delapan puluh dua ribu rupiah).
Posisi Kasus
Penggugat Thomas Isaiah Panjaitan dan Jon Hendri Manullang, adalah eks Karyawan Bank Danamon Cluster Kota Pematangsiantar, masing–masing telah memiliki masa kerja 7 (tujuh) tahun lebih, namun diberhentikan dengan alasan berakhirnya kontrak kerja.
Awalnya kedua eks karyawan ini melamar ke Bank Danamon Indonesia, Tbk, Kantor Wilayah VI Sumatera namun setelah diterima lalu dialihkan menjadi status outsourching pada perusahaan vendor PT Alih Daya Indonesia yang berkantor di Jakarta, kemudian dialihkan menjadi status outsourching pada PT Merah Delima Indah Sentosa yang berkantor di Jakarta dan dialihkan lagi menjadi status outsourching pada PT Bina Talenta yang berkantor di Tangerang, setelah itu kemudian di PHK dengan dalih habis kontrak.
Menurut Daulat Sihombing, SH MH selaku kuasa hukum Thomas Isaiah Panjaitan dan Jon Hendri Manullang, bahwa tindakan Para Tergugat masing–masing PT Bank Danamon, PT Alih Daya Indonesia, PT Merah Delima dan PT Bina Talenta, yang mempekerjakan kliennya dengan sistem outsourching pada pekerjaan yang bersifat tetap, kontinyu, berkelanjutan dan berkesinambungan pada pokoknya melanggar dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Itu sebabnya menurut Daulat, pihaknya sejak awal sangat optimis memenangkan perkara ini dan berharap dalam beberapa waktu ke depan dapat segera mengajukan eksekusi ke Pengadilan Negeri Medan, sehingga kliennya mendapatkan hak- hak pesangon sesuai putusan Mahkamah Agung.
Perkara Sebelumnya
Sebelumnya, Mahkamah Agung RI dalam Putusan Nomor : 641 K/Pdt.Sus-PHI/2020, tanggal 16 Juni 2020, juga telah memenangkan gugatan eks karyawan Alex Fedrico Napitu yang menghukum Pimpinan PT Bank Danamon Indonesia Tbk, untuk membayar pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak total sebesar Rp 44.919.000,- (Empat puluh empat juta sembilan ratus sembilan belas ribu rupiah), sekaligus mengoreksi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 165/Pdt.Sus-PHI/2017/PN Mdn, yang menghukum Pimpinan PT Bank Danamon sebesar Rp 56.697.000,00 (Lima puluh enam juta enam ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah).
Alex Fedrico Napitu melalui kuasa hukumnya Daulat Sihombing SH MH, menggugat PT Bank Danamon, karena perusahaan ini juga dinilai telah melakukan praktek outsourching yang melanggar dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan serta melakukan pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang dan tidak sah secara hukum. Dalam perkara Alex, Daulat menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Agung telah dilaksanakan dengan sempurna. (Poltak Simanjuntak).
Discussion about this post