Toba | Konstruktif.id
PT Toba Pulp Lestari (TPL) kembali menunjukkan arogansinya dengan melakukan aksi kekerasan menghadapi protes masyarakat terhadap aktifitas mereka.
Kali ini PT TPL berhadapan dengan masyarakat Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, yang sejak lama menolak kehadiran PT TPL di wilayah adatnya.
Warga masyarakat adat Natumingka tetap kukuh menghempang dan menghentikan aktivitas PT TPL di wilayahnya.
Bagi masyarakat Natumingka yang sudah ratusan tahun mengusahai, menguasai dan berinteraksi di wilayah ini, meyakini bahwa wilayah adat mereka sebagai titipan atau warisan leluhurnya, yang harus dipertahankan demi kehidupan generasi penerus mereka.
“Akan tetapi tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat adat, wilayah adatnya diklaim sebagai hutan negara dan konsesi PT TPL.
Masyarakat Adat Natumingka tidak terima wilayah adatnya diklaim sebagai hutan negara dan konsesi PT TPL,” ungkap Hengky Manalu dari Aman Tano Batak, Selasa (18/5).
Disebutkannya, bahwa pihak PT TPL dengan pengawalan Polres Toba dan aparat TNI memaksakan diri untuk melakukan penanaman bibit eucalyptus di wilayah adat Natumingka.
Konflik fisikpun terjadi dan memghasilkan korban di pihak warga. Akibat aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak PT TPL tersebut, puluhan warga mengalami luka.
Menyikapi itu, Aman Tano Batak mendesak Polres Toba untuk segera mengusut tindakan kekerasan yang dilakukan PT TPL kepada Masyarakat Adat Natumingka.
Menyikapi kejadian ini, Delima Silalahi Direktur Program Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) yang bermarkas di Parapat ini, kepada Konstruktif.id menyatakan penyesalan dan kemarahannya atas tindakan brutal dari PT TPL yang selama ini disebutkannya lebih banyak menyumbang masalah daripada memberi manfaat.
“Tindakan kekerasan PT TPL yang tampaknya mendapat dukungam dari aparat, kepada warga masyarakat tidak bisa diterima apapun alasannya. Pemerintah terlebih aparat kepolisian seyogianya tidak justru berpihak kepada perusahaan yang diketahui merusak lingkungan dan tatanan masyarakat adat,” tegasnya.
Lebih jauh Delima menyatakan tindakan PT TPL ini telah melanggar HAM, dan menjadi ancaman bagi lingkungan dan entitas masyarakat adat di seluruh kawasan yang bersinggungan dengan PT TPL. “Sudah waktunya PT TPL ditutup,” katanya.
Senada dengan Delima, Hengky Malau lewat release AMAN Tano Batak menyerukan agar seluruh aktifitas PT TPL dihentikan.
“Hentikan seluruh aktivitas PT TPL di wilayah Adat Natumingka dan meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk merevisi konsesi PT TPL di wilayah adat Natumika,” kata Hengky.
Pihaknya juga mendesak Bupati Toba untuk segera menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat Huta Natumingka.
Karyawan PT TPL yang berjumlah sekitar 400 orang dengan masing-masing memegang kayu dan batu memaksa menerobos blokade warga.
Karyawan PT TPL kemudian melempari warga dengan kayu dan batu. Aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak perusahaan tersebut hanya disaksikan oleh aparat kepolisian. (Poltak Simanjuntak).
Simalungun - Konstruktif.id | Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara dan…
Simalungun - Konstruktif.id | Tim Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar melakukan…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kanit Binmas Polsek Siantar Timur AIPTU P. Simanjuntak selaku Perwira pengawas…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kapolres Pematangsiantar AKBP Yogen Heroes Baruno SH. SIK pimpin Apel Pergeseran…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Dukung Pengamanan Pilkada 2024 ,Sebanyak 61 personel Sat Brimob Polda Sumut…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024 Personil Polres Pematangsiantar mengikuti Latihan Pengendalian…