SIANTAR | Konstruktif. Id
Mengaku bekerja di Istana Negara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pria berinisial PS (47), seorang warga Kota Siantar meraup uang Rp 1,8 miliar. Uang sebesar itu disebut untuk mengurus sejumlah orang menjadi ASN di Kemenkumham dan Kejaksaan Agung.
Hal itu disampaikan salah seorang korban, Mulyadi Saragih (56). Ditemui Sabtu (27/11) sore, Mulyadi menyebut sudah melaporkan PS ke Polres Siantar sesuai laporan polisi nomor: LP/B/589/IX/2021/SPKT/Polres Pematangsiantar tanggal 24 September 2021.
Dikatakan Mulyadi, selain PS, ada IMN yang dikenal sebagai Ketua KNPI Kota Siantar, ikut terlibat sebagai penghubung dalam pengurusan ASN. Bahkan, IMN juga menyediakan kuitansi untuk pembayaran uang pengurusan ASN yang diberikan Mulyadi hingga sampai Rp 260 juta.
“Saat itu saya dibujuk sama IMN, ada kawannya PS bisa mengurus jebol masuk sebagai ASN. Dari sana, kami pun melakukan pertemuan di rumah IMN, di Perumahan Sibatu Indah, Jalan Sibatu-batu Blok 3. Setelah bertemu dan diyakinkan, saya pun tergiur agar anak saya bisa masuk ASN,” katanya.
Pertemuan Mulyadi dengan IMN dan PS berlangsung pada 7 Mei 2021. Setelah pulang dari rumah IMN, Mulyadi berembuk dengan keluarga. Dia tertarik memasukkan dua anaknya sebagai ASN di Kejaksaaan Agung. Mereka kemudian kembali datang ke rumah IMN.
“Di pertemuan kedua itu, kami diyakinkan lagi kalau PS bisa ngurus sana-sini. Jadi pas di pertemuan ke tiga, barulah kami ngasih uang sebesar Rp 90 juta, kontan pakai kuitansi. Yang hitung uang itu si Ilal, dia juga yang menyediakan kuitansinya. Uang tersebut artinya sudah sah diterima mereka,” ungkap Mulyadi.
Kemudian, untuk mengurus ASN di Kemenkumham, Mulyadi kembali menyerahkan uang kepada IMN disaksikan PS. Uang itu diserahkan pada 17 Juli 2021, yakni sebesar Rp 130 juta. Selanjutnya, anak Mulyadi mengikuti daftar online ASN di rumah IMN dengan uang pendaftaran Rp 3 juta, diminta tanpa kuitansi.
“Banyak lagi uang yang diminta di luar pakai kuitansi. Termasuk ngurus surat kesehatan ke BNN Kota Siantar, kami diminta sampai Rp 15 juta per orang. Kalau ditotalkan saya sudah habis sampai Rp 260 juta. Padahal saya usahakan uang itu ada, kami sampai habis-habisan jual harta benda demi anak,” ungkap Mulyadi, terlihat sedih dan kecewa.
Masuk bulan Oktober 2021 dan setelah mengikuti tes Komputer Asesmen Digital (KAD) di Kota Medan, anak Mulyadi dinyatakan kalah atau tidak lulus karena tidak memenuhi passing grade.
Mulyadi pun menghubungi IMN dan PS, menanyakan apakah anaknya lulus atau tidak. “Setelah saya tanyakan, mereka bilang tidak tau. Di sana saya yakin saya ditipu mereka. Padahal janji awalnya anak saya bisa lulus. Terus saya tanyakan sama mereka lagi soal kejelasan uang saya. Mereka berjanji akan mengembalikan uang saya seperti janjinya di awal dan sampai sekarang, mereka belum juga kembalikan uang saya,” tuturnya.
Karena merasa ditipu, Mulyadi melaporkan PS ke Polres Siantar pada 24 September 2021. Penyidik Polres Siantar sudah mendatangi IMN. Sedangkan PS, warga Jalan Kapten Tendean, Kota Siantar, menghilang tanpa kabar.
“Atas kejadian ini, saya mohon kepada Kapolres Siantar secepatnya menuntaskan masalah saya. Saya ingin pelaku ditangkap segera karena sekarang saya memang sudah habis-habisan, semua sudah terjual, Bang,” kata Mulyadi, didampingi pengacaranya Julheri Sinaga.
Mulyadi mengaku seluruh korban dari PS mengalami kerugian mencapai Rp 1,8 miliar. Korban berjumlah 10 orang, termasuk yang ikut menjadi korban statusnya sebagai TNI. Sementara itu, PS belum berhasil dihubungi karena nomor teleponnya sedang tidak aktif.
IMN yang dihubungi wartawan membenarkan dirinya menyediakan kuitansi dan berkilah kalau dirinya ikut menjadi korban dari PS.
“Benar, aku pun bagian dari korban Rp 50 juta. Jadi, nggak ada namanya aku mengajak dia (Mulyadi). Mereka aja yang kumpul di rumahku. Saya sama PS juga hanya kawan aja,” ungkapnya dihubungi via seluler.
IMN mengatakan, Mulyadi sudah benar membuat laporan agar masalah tersebut terselesaikan. Dia juga membenarkan pihaknya sempat didatangi Polres Siantar guna dimintai sejumlah keterangan.
“Uda, uda diperiksa. Benar, kuitansi itu aku yang sediakan, aku yang maksa supaya dibuat. Kenapa aku paksa, karena Mulyadi gak bawa kuitansi dan merekalah yang transaksi,” katanya.
Kasat Reskrim AKP Banuara Manurung dikonfirmasi membenarkan adanya laporan Mulyadi. Kata AKP Banuara Manurung, pihaknya masih menindaklanjuti kasus tersebut. Bahkan sudah sampai ke tahap penyelidikan.
“Kalau uda kasat baru, tuntas itu. Yang pasti kami tindak dan bertahap. Kami sidik, kami gelar karena kasus sekarang ini beda. Siapapun kalau ngadu harus penyidikan dulu dan klarifikasi sampai penetapan tersangka,” jawabnya. (*/Gabriel Simanjuntak)
Simalungun - Konstruktif.id | Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara dan…
Simalungun - Konstruktif.id | Tim Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar melakukan…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kanit Binmas Polsek Siantar Timur AIPTU P. Simanjuntak selaku Perwira pengawas…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kapolres Pematangsiantar AKBP Yogen Heroes Baruno SH. SIK pimpin Apel Pergeseran…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Dukung Pengamanan Pilkada 2024 ,Sebanyak 61 personel Sat Brimob Polda Sumut…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024 Personil Polres Pematangsiantar mengikuti Latihan Pengendalian…