Menteri-Menteri Ini Kena Semprot Pak Jokowi: Ini Ada Apa? Masyarakat Jelas Dirugikan Lho!
Jakarta / Konstruktif.id
Presiden Jokowi heran harga gula dan beras tak kunjung turun sejak beberapa bulan terakhir. Sejak awal Ramadan, Jokowi sudah dapat laporan sejumlah bahan pokok seperti beras dan gula harganya terus melambung. Harga gula yang sudah tinggi dalam dua bulan terakhir terus naik hingga Rp19.000 per kilogram (kg).
“Saya nggak tau, apakah Kementerian Perdagangan sudah cek ke lapangan atau belum karena harga gula masih di kisaran Rp19.000 per kg,” kata Jokowi.
Selain gula, Jokowi juga mengkritisi harga beras di pasar yang malah mengalami kenaikan 0,4 persen di saat harga gabah kering di level petani turun 5 persen. Padahal, idealnya penurunan harga gabah kering giling akan diikuti penurunan harga beras di pasar.
“Ini ada apa? Tolong lapangannya dicek betul, ini pasti ada masalah. Ini petani nggak dapat untung, harga beras naik, masyarakat dirugikan. Ini yang untung siapa? Harus dicari dan ditindak,” perintah Jokowi ke Kementerian terkait pangan dan distribusinya.
Dalam kondisi pandemi virus corona di seluruh dunia, Jokowi juga mengkhawatirkan prediksi dari Food and Agriculture Organization (FAO) tentang potensi adanya krisis pangan. Karena itu, dia kembali mengingatkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan menjaga stok bahan pangan.
Jokowi juga menginstruksikan para menterinya melakukan hitungan cepat atas kebutuhan bahan pokok setiap provinsi.
“Mana provinsi surplus, mana defisit dan berapa produksinya. Semuanya harus kita hitung. Transportasi dan distribusi pangan antarprovinsi, antarwilayah, antarpulau juga tidak boleh terganggu agar pangan di daerah yang surplus bisa terdistribusi ke daerah yang defisit,” tuturnya.
Untuk mengatasi tingginya harga gula, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menerangkan bahwa pemerinah sudah melakukan pengadaan gula konsumsi dari pengalihan gula rafinasi yang selama ini banyak dipakai oleh industri. “Gula rafinasi sudah dialihkan sebanyak 191.762 ton dan ini adalah masalah repackaging dan izin peredaran. Sehingga akan ada 182.762 yang akan masuk ke pasar,” kata Airlangga.
Selain itu, lanjut Airlangga, Perum Bulog juga sudah ditugaskan mengimpor gula 21.000 ton. “Perum Bulog sudah mengontrak 51.300 ton, diharapkan dari jumlah tersebut ada 21.000 ton dari impor dan 29.000 dari pabrik gula dalam negeri,” lanjut Airlangga.
Selain itu, lanjut Airlangga, ada gula mentah atau raw sugar yang ada di pabrik gula (Pg) nasional dan diharapkan ada pengolahan menjadi gula konsumsi. Prosesnya sudah sejak Maret sebanyak 42.072 ton.
“Stok di PG BUMN dan swasta sebanyak 47.772 ton. Keseluruhan stok ini untuk kebutuhan Maret-April adalah 302.000 ton,” katanya.
Terkait beras, pemerintah mengaku stok beras nasional saat ini cukup aman dengan jumlah 3,3 juta ton. Jumlah itu disebut cukup untuk memenuhi kebutuhan ramadhan dan Lebaran.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Suhanto merinci stok beras sebanyak itu berada di Perum Bulog sebanyak 1,39 juta ton, stok di penggilingan 1,2 juta ton, stok di pedagang 728 ribu ton, stok di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) 30.620 ton dan stok di Lumbung Pangan Masyarakat binaan BKP 2.939 ton. “Pemerintah akan bekerja keras menjaga stok beras tercukupi dengan harga stabil agar masyarakat tidak khawatir dan dapat menjalankan ibadah puasa dengan khidmat,” kata Suhanto.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, mengatakan Indonesia masih memiliki stok beras mencapai 8 juta ton hingga akhir Mei 2020. “Itu kalau kita lihat optimisnya. Kalau kita mau lihat tengah-tengahnya saja stok kita masih 7 juta ton hingga akhir Mei, atau scenario pesimistis di 6 juta,” kata Syahrul.
Terkait harga beras yang meningkat, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi mengatakan, kenaikan ini terjadi secara normal. Sebab, permintaan terhadap beras memang cenderung meningkat menjelang bulan puasa.
“Walaupun tidak ada virus corona, kalau masuk puasa cenderung harga beras mengalami kenaikan. Tapi yang pasti, stok beras mencukupi di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Agung mengatakan, tidak semua provinsi memiliki produksi beras yang cukup. Namun, jumlahnya tidak banyak. Saat ini, ada dua provinsi saja yang diwaspadai Agung yaitu Kepulauan Riau dan Maluku Utara. ( Warta Ekonomi).
Discussion about this post