(Khotbah pada Minggu X Setelah Trinitatis,16 Agustus 2020, Evagelium: Ulangan 15:12-18.)
Oleh: Pdt Martunas P. Manullang
Dalam kehidupan bangsa Israel sebagai umat Tuhan, salah satu yang ditekankan adalah menjadi berkat bagi sesama, bangsa dan dunia.
Agar menjadi berkat bagi bangsa-bangsa dan seluruh dunia, diaturlah suatu bentuk hubungan atau relasi.
Bentuk hubungan atau relasi yang dimaksud adalah suatu hubungan yang dijiwai rasa belas kasihan yang meluap dari kesadaran akan belas kasihan TUHAN kepada kita sebagai makhluk ciptaanNya.
Disebutkan, bahwa ada suatu kondisi yang menyebabkan seseorang atau pun satu keluarga menjadi miskin.
Untuk dapat hidup mereka harus menjual dirinya, dengan membuat dirinya dan anggota keluarganya bekerja pada orang lain.
Dengan kata lain, menjadi budak orang lain. Dengan menjadi budak, maka mereka dapat hidup dan bekerja.
Keluarga-keluarga dari orang Israel dan hubungannya dengan orang lain yang bekerja menjadi budaknya. Dalam hal ini, mereka haruslah menunjukkan sikap dan perlakuan yang baik kepada budaknya tersebut.
Pertama-tama, jika pada waktunya mereka minta bebas sesuai dengan peraturan masyarakat dan keagamaan yang sudah ditetapkan, maka mereka pun harus melepaskannya dengan memberi bekal.
Bekal ini dimaksudkan sebagai modal, supaya hamba atau budak yang sudah bebas atau dibebaskan itu janganlah berhutang kembali, melainkan mendapat kesempatan untik membangun kehidupan yang baru, yaitu hidup berdikari atau hidup mandiri.
Bantuan yang diberikan ini sebaiknya proporsional, dalam arti, semakin besar kemampuan sipemberi (di sini: Keluarga dari orang Israel), maka semakin besar pula bekal yang diberikannya.
Mengapa? Karena memang berkat Tuhan melimpah kepada si pemberi, dengan kehadiran budak atau hamba yang bekerja kepadanya.
Jadi jika Tuhan memberkati satu keluarga, maka berkat itu harus juga dibagikan kepada hamba atau pekerja di rumahnya, termasuk mereka yang akan dibebaskan itu.
Kemudian, jika dari antara mereka merasa lebih baik tetap menjadi budak atau pekerja di rumah tuannya itu, maka keluarga-keluarga bangsa Israel sebagi tuan yang baik, haruslah bersedia menerima mereka.
Atau bahkan, jika ada dari antara orang Israel sendiri, yang sangat miskin mau bekerja dalam keluarga sesamanya, kepada mereka ini diperintahkan untuk tidak memperbudak mereka.
Mengapa? Agar mereka mengingat bahwa nenek moyang mbereka juga dahulu pernah menjadi budak atau pekerja di Mesir.
Selanjutnya, ingatan terhadap keadaan ini kiranya membuat mereka menunjukkan sikap menghargai dan mengasihi hambanya, yaitu sesamanya, dan bukan memperbudaknya.
Mereka haruslah tetap mengingat firman Tuhan yang mengatakan: “Hambaku adalah sesamaku manusia, karena TUHAN, yang menciptakan aku, menciptakan dia juga” (bnd. Ayub 31:13-15).
Apa yang bisa kita renungkan dari nas khotbah pada hari ini?
Pertama: Ketika kita membebaskan sesama kita, kiranya kita pun memberi bekal bagi mereka agar mereka dapat memulai hidup yang baru, hidup yang mandiri.
Marilah kita berbagi berkat, atau mendoakan mereka agar menerima berkat dari Tuhan, yaitu berkat dalam kehiupan.
Kedua: Jika kita masih melanjutkan kehidupan dengan tetap memiliki pekerja atau pembantu di keluarga atau rumah tangga kita, agar kita tetap mengasihi mereka dan berlaku baik kepada mereka.
Mengapa? Karena Tuhan telah mengasihi kita dan berbuat baik kepada kita. Janganlah kiranya ada lagi penindasan atau perbudakan yang bau.
Ketiga: Menyambut bai orang yang akan bekerja dalam rumah kita. Mereka yang akan melanjutkan pekerjaannya di rumah tangga kita. Kita harus bersikap adil, menyambut mereka dengan b;aik dan bermurah hati kepada mereka.
Tetap bersikap seperti terhadap saudara atau sesama kita. Mengapa? Karena Tuhan juga sudah bermurah hati kepada kita.
Topik dari khotbah hari ini adalah: Merdeka dari perbudakan. Ini berarti bahwa melalui khotbah hari ini, kita mengingat secara bangsa dan negara kalau kita akan memeringati hari kemerdekaan yang ke 75 tahun pada esok hari, Senin 17 Agustus 2020.
Kita telah merdeka dari penjajahan Belanda dan jepang, dan bangsa kita telah memprokalmirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Tentu tugas dan tanggungjawab kita sebagi orang Kristen atau orang percaya di neghara tercinta Republik Indonesia ini misalnya:
Pertama: Mematuhi dan menaati pemerintah kita dan mempertahankan hukum-hukum atau peraturan yang menyediakan, mengatur dan mendorong peningkatan kesejahteraan kita bersama sebagai bangsa dan negara yang berdaulat.
Kedua: Berpartisipasi dalamd mengisi kemerdekaan, sebagai tanggungjawab kita kepada negara ini.
Turut dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang atau bagian di mana kita boleh merasakan pemerintahan dalam demokrasi Pancasila ini, yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Di sinilah parsitipasi dan kerjasama yang sungguh dibutuhkan agar terciptalah kesejahteraan yang lebih baik dan adil.
Ketiga: Kepada para pengikutNya, Tuhan Yesus pernah mengajarkan: “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (bnd. Mat. 22:21).
Implikasinya ini, minimal tiga hal, yaitu:
a. Menaati pemerintah dengan segala kewajiban dan tanggungjawab yang dituntu dari kita sebagai warga masyarakat yang baik.
b. Turut berpartisipasi dan bekerjasama dengan pemerintah dalam hal yang dapat kita perebuat demi pembangunan, persatuan, kesatuan dan juga demi kemajuan bangsa dan negara ini.
c. Setiap hari turut memdoakan pemerintah kita, mulai dari tingkat pusat hingga daerah atau bahkan pelosok, agar mereka menjalankan permerintahan ini semakin baik, adil, jujur dan menjunjung tinggi hak azasi manusia, yang di negara kita ini terdiri dari ragam suku, bahasa, budaya, atad istiadat dan agama.
Kerukunan dan kedamaian itu harus benar-benar diupayakan dilaksanakan dan bahkan dikembangkan lagi.
Keempat: Peran kita sebagai orang Kristen di tengah masyarakat, perlu sekali meernungkan pesan Paulus kepada jemaat di Galatia: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Galatia 5:13).
Benar, ajaran Kristen mengatakan bahwa jika kita bebas, maka kebebasan itu bukanlah kebewbasan untuk melakukan apa yang kita sukai, tetapi kebebasan itu justru untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan, yaitu: keadilan, kebenaran, kejujuran, kasih, pengampunan, persekutuan, damai sejahtera, dukungan, dan hal-hal lainnya buah iman kristiani kita.
Keempat: Dalam arti yang lebih luas dan dalam tentang kemerdekaan atau kebebasan yang kita telah terima, kitranya kita pun di tangah bangsa dan negara ini mengembangkan sikap-sikap seperti:
a. Menghormati semua orang. Di sini suku bangsa yang ada di negara kesatuan Republik Indonesia.
b. Mengasihi saudara-saudara kita. Khususnya dari saudara dalam keleuargaan dan juga saudara dalam satu iman.
c. Takut akan TUHAN. Dalam arti, mengangungkan dan menghormati Tuhan. Sebab takut akan TUHAN ini adalah bagian utama dan fondasi dari pengetahuan yang sesungguhnya.
Itulah sebabnya penulis Amsal menulis: “Takut akan TUHAN adalah permulaan dari pengetahuan “ (Amsal 1:7). Ketika Allah telah kita berikan tempat yang utama, maka segala hal lainnya akan berada pada tempatnya yang pantas.
d. Menghormati raja. Di sini raja yang dimaksud adalah penguasa atau pemerintah kita. (Bapak Presisden Jokowidodo dan seluruh aparat dalam pemerintahannya. Para Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Lurah, hingga RW dan RT).
e. Mengasihi Allah dan sesama manusia. Sebagai orang Kristen, atau orang percaya, melalui pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di kayu salib; maka kita semua adalah orang-orang yang dibebaskan Allah, dimerdekakat dari perbudakan dosa dan kuasa Iblis. Dan oleh karena itu, sebagai orang yang telah menerima anugerah keselamatan itu, kita pun terpanggil untuk hidup menaati Allah dalam segala aspek dalam kehidupan kita masing-masing.
Kita pun terpanggil untuk memberitakan Injil, kabar Baik itu kepada semua bangsa di dunia ini. Dengan demikian, semua orang akan mendengar tentang berita keselamatan dan mau diselamatkan dan memberi diri dibaptis, serta menjadi merdeka untuk melakukan pelayanan dalam ketaatan kepada Allah.
Inilah beberapa hal sebagai refleksi kita melalui khotbah hari ini: Merdeka dari perbudakan, berarti kita merdeka untuk mewujudkan terciptanya hak azasi manusia yang benar-banar dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat dan bangsa kita, melalui pelayanan atau prtisipasi kita dalam pemerintahan dan masyarakat.
Selamat beribadah pada hari Minggu ini. Tuhan Yesus memberkati. AMIN.
(HKBP Kayu Putih, 15 Agustus 2020.)