SEORANG kerabat – tentu saja pendeta – meluangkan waktu untuk berbincang-bincang tentang Sinode Godang yang memang semestinya ditunda.
Tentu saja, penundaan itu, bukan karena adanya kepentingan tertentu, atau adanya upaya menghadang keinginan seseorang untuk mencapai puncak tertinggi pucuk pimpinan. Apakah pucuk pimpinan itu yang disebut Ephorus, Ketua Departemen (Kadep), Praeses, MPS maupun MPD.
Kerabat itu mengungkapkan, dalam aturan dan peraturan, ada dinyatakan bahwa pucuk pimpinan, punya hak mutlak untuk menunda pelaksanaan Sinode Godang. Apalagi, penundaan itu, dalam rangkaian mendukung program pemerintah dalam upaya memutus mata rantai sebaran pandemi Covid-19.
Nah, seorang pemimpin yang bijak, tentu tidak akan membiarkan wilayah yang ditanggungjawabinya menjadi klaster baru sebaran pandemi Covid-19.
Jika itu yang terjadi, maka siapa pun yang berperan sebagai pucuk pimpinan harus mempertanggungjawabkannya. Kenapa? Karena dia telah memberi ijin berkumpulnya utusan Sinode Godang yang jumlah pesertanya mencapai 1.200 ke 1.500 orang.
Kerabat itu dengan nada tegas mengatakan, apakah orang-orang yang dengan segala daya upaya mendesak dilaksanakannya Sinode Godang, akan bersedia mempertanggungjawabkan jika terdapat klaster baru Covid-19?
Kalau pun bersedia, dengan menandatangani satu sampai berapa pun surat pernyataan, sesuai aturan dan peraturan, tetap saja pucuk pimpinan tertinggilah yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Bukan panitia pelaksana, dan bukan pula para utusan Sinode Godang.
BERSABAR SAJA KARENA TUHAN PUNYA RANCANGAN TERBAIK
KADANGKALA, ketidaksempurnaan kita itu, ada waktunya muncul di bawa alam sadar. Itu ditandai ketika ambisi yang berlebihan tampil lebih menonjol, maka berbagai cara pun akan dilakukan untuk menggapainya.
Pandemi Covid-19 pun dianggap sebagai bahan lelucon, yang dapat disiasati dengan ketersediaan teknologi yang ada. Keteologiaan yang sudah melekat dan menyatu pada darah pun, tidak diberi ruang lebih lebar, karena apa yang disebut zoom, virtual dan segala tetek-bengek pengsiasatan seakan menjadi solusi.
Kalau pun mau tetap dilaksanakan, kalkulasi angka-angka apa yang ingin disampaikan. Tokh, sampai saat ini, yang baru munculkan, masih figur yang serasa mau sampai ke singgasana pucuk pimpinan.
Padahal, dengan bersabar dan berserah kepada Tuhan yang berkuasa atas seluruh ciptaanNya, semuanya akan berjalan dengan baik. Jika Tuhan sudah berkehendak, siapakah yang dapat menghalangi siapapun yang ingin menjadi pucuk pimpinan.
Jangan pernah lupa, bahwa Tuhan senantiasa punya rancangan yang terbaik bagi setiap kita. Bersabar saja. Tunggu sampai pandemi Covid-19 dapat tertanggulangi. Karena apa yang sudah ditetapkan Tuhan, tidak akan pernah bergeser sejengkal pun dari berkat yang ada.
Kalau tidak juga dapat memahami tanda-tanda, jangan-jangan dari dua figur yang sudah digadang-gadang itu, akan muncul pula figur ketiga yang akan berkompitisi menuju kursi pucuk pimpinan.
Bukankah waktu berbenah masih demikian panjang. Bukankah masih banyak tangan-tangan yang mampu mencarikan sosok pucuk pimpinan yang lebih baik dari dua sosok yang sama-sama merasa berada di atas angin itu.
Kerabat itu pun berpesan, pahami sajalah, bahwa apa yang diputuskan pucuk pimpinan, tujuannya untuk kebaikan banyak pihak, dan untuk menjaga rasa aman dan nyaman di situasi sebaran pandemi Covid-19.
“Palua ma hami sian pangago, ai Ho do nampuna harajaon, dohot hagogo on, ro di hasangapon, saleleng ni leleng na…Amen.“
Mari masuk dalam perenungan!!!
Discussion about this post