Judul: Anak Petani Berbakti Untuk Tuhan
Penulis: Pdt. Dr. Robinson Butarbutar
Penerbit: BPK Gunung Mulia
Cetakan: Pertama, 2016
Tebal: 117 halaman
******
MEMBACA buku autobiografi Pdt. Dr. Robinson Butarbutar Anak Petani Berbakti untuk Tuhan, layaknya membawa kita, masuk ke dalam ruang kehidupan Robinson Butarbutar yang dibentangkan pada hamparan kejujuran pengungkapan perjalanan hidup dari masa kanak-kanak, pergumulan pengenalan Tuhan dan ketegasan sikap dalam mencernah perintah sekaligus permintaan pimpinan tertinggi HKBP, yakni Ephorus.
Robinson Butarbutar dalam kesederhanaan bertuturnya, seakan memberikan ruang bagi siapa pun yang membaca buku tersebut, bahwa keuletan dalam mencapai impian atau cita-cita dan bagaimana mendekatkan diri kepada Tuhan, tidak akan mendapatkan berkat apapun, jika tidak dibalut dengan kejujuran.
“Bukan tidak jarang, Mama harus mencampur beras dengan jagung menjadi makanan utama kami dan memasak pucuk daun ubi jalar menjadi sayur, agar mencukupi makanan kami (halaman 4).” Robinson Butarbutar, dengan jujur dan polos menggambarkan bagaimana ayahnya yang seorang karyawan perkebunan di Bah Jambi, hanya mampu menyediakan kehidupan yang sangat sederhana.
Kemudian, Robinson Butarbutar, dengan manis menorehkan penggalan kalimat yang sebenarnya memiriskan, yakni “Kami memang bisa makan tiga kali sehari. Namun, makanan bergizi hanya bisa disajikan di meja makan, dua kali per bulan, yaitu ketika Ayah memperoleh gajian kecil (yang diadakan perusahaan pertengahan bulan) dan gajian besar (pada akhir bulan).”
Sebagai anak kelima dari 6 bersaudara, Robinson Butarbutar di usia kelima tahun, ditinggalkan untuk selamanya oleh Ibunya Tiodor boru Pardede. Hanya sedikit kenangan yang melekat. Dan kemudian, ayahnya menikah kembali dengan Helmi boru Simanjuntak—yang kemudian dipanggilnya dengan sebutan “mama”. Terhadap situasi ini, Robinson Butarbutar—kembali dengan kejujurannya—mengatakan, “Pengalaman hidup diasuh oleh seorang ibu tiri, juga tidak mudah untuk dilalui. Tidak jarang Ayah dan Mama bertengkar karena kesulitan mengurus jumlah anak yang besar, dan karena keadaan ekonomi yang sulit.”
Yang mengangumkan dari penuturan yang disampaikan Robinson Butarbutar melalui autobiografinya adalah, bagaimana dengan komitmennya yang demikian kuat, ia tidak ingin larut dan hanyut terbawa arus kesulitan ekonomi keluarga. Dengan segala keterbatasan fasilitas untuk bersekolah, ia menanamkan keyakinan bahwa Tuhan senantiasa menyertai dan telah menetapkan rancangan yang terbaik untuk masa depannya.
Ketika pamannya Welsink Simanjuntak (Guru Jemaat Huria Kristen Indonesia), memboyongnya dari Bah Jambi ke Pematangsiantar, dan ada kesempatan untuk bersekolah di Sekolah Guru Agama (SGA), peluang itu dimanfaatkannya sebaik mungkin. Selesai SGA, ia tidak melanjutkan kuliah di bidang keguruan, melainkan bidang teologia atau kependetaan di STT-HKBP Pematangsiantar.
Robinson Butarbutar melalui autobiografinya, juga ingin menyampaikan pesan bagaimana ia sebagai anak Tuhan, mempersiapkan dirinya untuk melayani Tuhan melalui gereja HKBP. Bagaimana ia berjuang meraih gelar sarjana (S1) dan doktor (S3), dan kemudian mendapatkan kepercayaan dari Ephorus Pdt. Dr. JR Hutauruk untuk tugas-tugas luar biasa di Pilipina, Inggris dan Jerman. Bagaimana ia mendampingi Ephorus SAE Nababan saat terjadi konflik di internal HKBP, dimana negara campur tangan dalam sinode godang HKBP.
Dalam perjalanan karirnya yang pernah menjadi sekretaris pribadi Ephorus HKBP dan staf kantor pusat HKBP di pengasingan, Robinson Butarbutar juga merasakan pahitnya menghuni Rumah Tahanan Jalan Gaperta Ujung.
Kemudian Robinson Butarbutar, menggambarkan betapa demikian besarnya pendampingan sang istri, Srimity Rayati boru Simatupang untuk penggapaian impiannya. Dengan manis ia menuliskan “Istri saya bersedia menyediakan telinga mendengarkan semua pemikiran yang keluar dari mulut saya di dalam bahasa Inggris. Tentu saya tidak dapat melupakan kesetiaannya…”
Bahkan, Ephorus HKBP 1998-2004 Pdt. Dr. JR Hutauruk dalam sambutannya di buku itu mengatakan, “Pdt. Dr. Robinson Butarbutar telah dan sedang memberikan baktinya di bidang kepemimpinan HKBP dengan kejujuran, kecerdasan, dan sikap kooperatif terhadap sesama pelayan dan warga jemaat. Sosok demikian tercermin dalam buku autobiografi ini. Tuhan bersama dia mengarungi lautan pelayanan di HKBP yang sedang menunggu sosok seperti dirinya.”
Buku autobiografi ini, memang patut dimiliki, dibaca, dicermati, dimengerti dan dipahami, karena ada motivasi maupun pesan keimanan yang luar biasa yang terbungkus rapi dalam perjalanan hidup dan kehidupan Pdt. Dr. Robinson Butarbutar. (Ingot Simangunsong, Pemimpin Redaksi konstruktif.id)