Tarutung | Konstruktif.id
Komisi C DPRD Tapanuli Utara menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait pengaduan Masyarakat Adat Keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak, Selasa (29/12/2020) di Kantor DPRD.
Aduan masyarakat adat tersebut diakibatkan adanya dugaan kriminalisasi disebabkan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) melaporkan empat orang masyarakat adat.
RDP tersebut dipimpin Royal Simanjuntak selaku ketua Komisi C, dihadiri Maradona Simanjuntak dan Dapot Hutabarat (anggota komisi C).
Dari pemerintah dihadiri Alboin Butarbutar (Kabag Hukum), Viktor Siagian mewakili Kadis Lingkungan Hidup, Direktur PDAM Mual Natio Lamtagon Manalu, serta perwakilan masyarakat adat keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak.
Royal Simanjuntak, menjelaskan kronologis peristiwa ini berawal pada 15 Desember 2020 lalu, sebanyak lima orang masyarakat adat keturunan Ompu Ronggur, dilaporkan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL ke Polisi Resort Tapanuli Utara.
Kelima orang tersebut, yakni yakni Dapot Simanjuntak, Maruli Simanjuntak, Pariang Simanjuntak, Sudirman Simanjuntak, Rinto Simanjuntak dilaporkan dengan tuduhan penggunaan kawasan hutan negara.
Menyikapi dugaan kriminalisasi tersebut, Komisi C pun melakukan RDP dengan memanggil pihak-pihak terkait.
“Persoalan ini sangat serius dan perlu mendapat perhatian dari DPRD. Sebab itu kami dari Komisi C meminta pimpinan DPRD dan mendesak Pemerintah untuk medahulukan mediasi atas persoalan ini,” tegas Royal Simanjuntak.
Senada dengan Ketua Komisi C, anggota komisi C lainnya Maradona Simanjuntak menegaskan bahwa pihak DPRD akan menyurati Bupati dan Kapolres Taput agar memfasilitasi pertemuan para pihak terkait.
Maradona juga menyarankan sebaiknya Polres Taput arif dan bijaksana menindaklanjuti laporan pihak PT TPL.
Sebab masyarakat adat keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak tidak pernah tahu wilayah adatnya dijadikan sebagai hutan negara dan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT TPL.
Di samping itu, tambahnya, Pihak TPL juga selama ini beraktifitas di wilayah adat Huta Napa tidak pernah melakukan tata batas dan juga tidak dapat membuktikan peta areal konsesinya.
Kalaupun ditetapkan sebagai hutan negara juga harus dibuktikan dengan berita acara tata batas hutan negara.
Sementara itu Kabag Hukum Pemkab Taput, Alboin Butarbutar menyampaikan bahwa persoalan ini sudah berulang. Sebelumnya, terjadi pada tahun 2012, dimana pihak PT TPL melaporkan masyarakat adat Ompu Ronggur ke Polres Taput.
“Seiring telah terbitnya Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Taput. Maka kami akan mempercepat proses identifikasi dan verifikasi Masyarakat Adat. Apalagi Komunitas Keturunan Ompu Ronggur merupakan salah satu pemohon untuk ditetapkan,” terangnya.
Dalam RDP tersebut pun disepakati DPRD menyurati Polres Taput untuk menghentikan pemanggilan warga sambil menunggu DPRD dan Pemerintah akan melakukan mediasi kembali kepada masyarakat dan pihak PT TPL.
RDP juga merekomendasikan kepada Ketua DPRD Taput untuk membentuk panitia khsusus (Pansus) terkait permasalahan yang timbul atas pengelolaan hutan dan aktifitas PT TPL di Kabupaten Tapanuli Utara.
Akibat aktifitas PT TPL ini banyak merugikan masyarakat seperti di Kecamatan Parmonangan, Sipahutar, Siborongborong. Terlebih adanya dugaan aktifitas PT TPL yang mencemari sumber air minum Aek Nalas yang disalurkan ke Kecamatan Sipahutar dan Siborongborong. (rel/Poltak Simanjuntak).