KECELAKAAN pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 berlogo ‘Singa Merah’ milik maskapai penerbangan Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 sangatlah mengejutkan.
Burung besi dengan rute Jakarta menuju Pangkal Pinang itu, sempat dikabarkan hilang kontak sebelum akhirnya diketahui jatuh di perairan laut dekat Karawang, Jawa Barat pada Senin (29/10) lalu.
Bak tersambar petir di siang bolong, insiden jatuhnya pesawat dalam perkembangan beritanya yang tersiar juga menjadi topik yang sangat menghebohkan.
Apalagi moda transportasi udara tersebut juga diketahui menelan banyak korban jiwa.
Dari penelusuran penulis, ada beberapa hal mengejutkan yang mengiringi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 ini.
Seperti, pilot pesawat tersebut sempat meminta untuk kembali atau return to base.
Namun nahas, sebelum berhasil memutar arah kembali ke bandara pesawat tersebut tiba-tiba hilang kontak dan tak lagi terlihat radar menara.
Dan berikut sejumlah hal mengejutkan di balik jatuhnya pesawat Lion Air JT 610:
PESAWAT MASIH BARU
Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 merupakan kecelakaan besar pertama pada pesawat jenis Boeing 737 MAX 8.
Banyak perhatian dipusatkan pada kondisi pesawat Boeing 737 MAX 8 itu, terutama tentang usia pesawat yang masih sekitar dua bulan.
Rinciannya sampai sejauh ini masih minim dan penyebabnya tidak akan dapat dipastikan sampai ditemukan kotak hitam dan penyelidikan menyeluruh.
Pesawat sering kali jatuh karena berbagai hal (baik teknis maupun akibat kesalahan individu) tetapi apakah kondisi pesawat yang masih sangat baru bisa menjadi penyebab?
Boeing 737 MAX 8 baru mulai beroperasi untuk penggunaan komersial sejak tahun 2017.
Maskapai penerbangan Lion Air menyatakan pada bulan Juli bahwa mereka “sangat bangga” menjadi pihak pertama di Indonesia yang menggunakan pesawat itu, dan telah memesan sampai 218 unit.
Pesawat yang mengalami kecelakaan pada hari Senin (29/10) baru mulai beroperasi pada tanggal 15 Agustus 2018, setelah mereka terima dari pabrik Boeing, dua hari sebelumnya.
Dalam jumpa pers seperti dilaporkan BBC Indonesia Senin (29/10), Direktur Utama (Dirut) Lion Air, Edward Sirait mengatakan pesawat itu sempat mengalami ‘masalah teknis’ yang tidak dirinci pada penerbangan sebelumnya, tetapi hal itu ‘telah diatasi sesuai dengan prosedur’.
Edward Sirait mengatakan, pihaknya saat ini mengoperasikan 11 pesawat model yang sama.
Dia mengatakan tidak ada rencana untuk menghentikan penggunaan pesawat-pesawat itu.
Sementara itu, pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan bahwa “pesawat sangat tua biasanya berisiko paling tinggi (mengalami kecelakaan), tetapi pesawat yang masih sangat baru juga membawa risikonya sendiri”.
“Jika sangat baru kadang-kadang terdapat sobekan (snags) yang baru terlihat setelah (digunakan secara rutin). Hal ini biasanya teratasi (dalam) tiga bulan pertama.”
Pesawat ini akan mencapai masa tiga bulan operasi dalam beberapa minggu lagi.
Meskipun demikian, pengamat penerbangan lainnya, Jon Ostrower mengatakan pesawat baru pada umumnya “tidak dilakukan perawatan karena semuanya masih sangat baru, bukan sebaliknya”.
Ostrower sebagai editor media penerbangan The Air Current mengatakan “selalu ada masalah saat tumbuhnya gigi baru (teething ) … itu umum, tetapi jauh dari sesuatu yang dapat mengancam keamanan sebuah pesawat”.
Kedua pengamat mengatakan masih terlalu dini untuk menyimpulkan secara pasti tentang masalah yang dialami Penerbangan JT 610.
“Kemungkinan besar masalah teknis sebagai penyebabnya tetapi sekarang masih terlalu dini. Kita baru dapat benar-benar (menentukan penyebabnya) ketika mendapatkan lebih banyak informasi,” kata Soejatman.
Namun, Ostrower juga berpendapat senada. “Saya tidak tahu apa yang menyebabkan sebuah pesawat mengalami kecelakaan. Terdapat begitu banyak unsur yang dapat menyebabkan kecelakaan seperti ini,” katanya.
Menurut Boeing, seri 737 MAX adalah pesawat yang paling cepat terjual dalam sejarahnya dan telah menerima hampir 4.700 pesanan.
MAX 8 telah dipesan berbagai maskapai, termasuk American Airlines, United Airlines, Norwegian dan FlyDubai.
CUACA SANGAT BAIK
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan kondisi cuaca sepanjang rute penerbangan Pesawat Lion Air JT 610 hingga bandara tujuan, terpantau baik saat pesawat kecelakaan.
Sebelum pesawat terbang, BMKG menginformasikan kondisi prakiraan cuaca lengkap berdasarkan citra satelit, citra radar, maupun pengamatan cuaca bandara setempat menggunakan Automatic Weather Observation System (AWOS).
“Informasi tersebut berisi arah angin dan kecepatannya, jarak pandang, suhu, tekanan, dan lain sebagainya. Informasi cuaca yang diberikan meliputi informasi cuaca bandara keberangkatan, cuaca bandara tujuan dan cuaca sepanjang rute penerbangan” papar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di Bali, Senin (29/10) lalu.
Ia menerangkan, menjelang take off Lion Air tidak terindikasi adanya kondisi cuaca yang signifikan.
Saat itu, arah angin bervariasi Selatan – Barat dengan kecepatan yang relatif lemah.
Awan yang terdapat di sekitar lokasi kejadian pada umumnya adalah awan cumulus, bukan awan cumulonimbus (Cb) yang membahayakan bagi penerbangan.
“Memang berawan, namun tidak ada awan jenis Cb. Kalaupun terdeteksi kami (BMKG) pasti akan memberikan peringatan,” imbuhnya.
Dwikorita menjelaskan, dari rentang waktu antara take off hingga pesawat Lion Air hilang, diperkirakan pesawat masih berada di bawah ketinggian 10.000 kaki di atas permukaan laut.
MESIN MASIH HIDUP
Dilaporkan CNBC Indonesia, Ketua KNKT Soerjanto mengkonfirmasi bahwa mesin pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh pada awal pekan lalu, masih hidup ketika kali pertama menyentuh air laut.
Hal ini disampaikan dalam konferensi pers di Ibis Hotel Jakarta, Senin (5/11).
“Ada satu mesin, yang telah ditemukan teridentifikasi menyentuh air dalam keadaan hidup dengan putaran cukup tinggi,” urainya.
Identifikasi ini juga menjelaskan bahwa pesawat tidak meledak di udara, melainkan pecah ketika terjatuh di laut.
Dikatakan, serpihan pesawat yang ditemukan dalam bentuk kecil dan tersebar dalam radius tidak terlalu luas.
“Ini menandakan bahwa pesawat dengan kecepatan cukup tinggi. Energi yang dilepas ketika itu sangat luar biasa. Serpihan tersebar dalam radius 250 meter, menandakan titik impact di situ,” imbuhnya.
Semua serpihan itu berawal dari pesawat yang mengalami pecah ketika bersentuhan dengan air.
Ditegaskan lagi, bahwa pesawat saat menyentuh air dalam keadaan utuh.
“Kalau pecah di udara pasti serpihan akan jauh-jauh,” imbuhnya.
Di sisi lain, pihaknya masih meneliti lebih lanjut data yang terekam dalam Flight Data Recorder (FDR) black box.
Dia mengaku telah berhasil mengunduh isi memory chip dengan baik.
“Alhamdulillah data yang telah diunduh sudah kami simpan. Saat ini kami bersama tim dari AS, dibantu Australia, Singapura, dan Arab Saudi. Mereka antusias bantu baik peralatan maupun personelnya,” paparnya.
Berdasarkan data black box itu, dia menemukan kecocokan rekaman penerbangan sesuai dengan yang dicatat radar.
Black box ini berisi 69 jam penerbangan dari saat pesawat kecelakaan sampai ke belakang sebelumnya.
“Berisi 19 penerbangan. Parameter 1790 yang direkam FDR. Saat ini tim sedang mempelajari data dari FDR, masih verifikasi. Kalau sudah baru akan dianalisis dan dibuat laporan,” pungkasnya.
KORBAN 189 ORANG
Sebagai sebuah angkutan umum yang kerap digunakan banyak orang insiden semacam ini memang memilukan.
Pasalnya, ketika pesawat alami nasib nahas, jatuhnya banyak korban akan besar peluangnya terjadi.
Begitu juga dengan peristiwa Lion Air JT 610 yang mana seperti diungkapkan di awal tadi telah menelan korban yang jadi penumpangnya.
Mengutip pernyataan Kepala Kantor SAR Pangkal Pinang Danang Priandoko dari laman Kompas, tercatat ada 189 penumpang yang ada dalam pesawat ketika insiden jatuh berlangsung.
Terdiri dari, 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, dan 5 kru. berdasarkan manifes yang dikirimkan pihak Lion Air ke Basarnas.
TEWASKAN PULUHAN PEGAWAI KEMENTERIAN
Berbicara penumpang pesawat yang ada dalam insiden tersebut, rupanya tidak hanya warga sipil saja yang ada dalam peristiwa tersebut.
Menurut Kepala Bidang Operasi SAR Pangkal Pinang Kornelis, ia menuturkan ada cukup banyak korban berasal dari kementerian keuangan.
Seperti dikutip laman Kompas.com, dia menuturkan bila korban insiden tersebut di antaranya berasal dari Ditjen Kekayaan Negara, Ditjen Perbendaharaan dan KPP Pratama Bangka.
Tercatat hingga berita ini ditulis ada 31 orang ‘bekerja’ di tempat tersebut menjadi korban.
DIKENDALIKAN PILOT LUAR BIASA
Selain penumpang, dalam peristiwa tersebut beberapa awak pesawat yang mencapai 7 orang juga menjadi korban.
Diantara adalah Bhavye Suneja yang mana ketika kejadian menjadi pilot pesawat tersebut.
Sebagai pilot yang sudah bergabung dengan maskapai ini sejak 2011 tahun lalu pengalamannya bisa dibilang amatlah luar biasa.
Dilansir laman Detik.com, ia setidaknya kini sudah ‘mengangkasa’ dengan pesawat selama 6000 jam.
Tidak berhenti disitu, Bhavye juga memiliki riwayat pendidikan yang bagus dengan sempat menempuh sekolah penerbangan kece macam Emirates dan Ahlcon Public School.
SOROT PERHATIAN MEDIA ASING
Bila melihat pemberitaan yang kini trending di beberapa media sosial, tidak heran kalau insiden ini juga membuat media luar negeri ikut membahasanya.
Dari penelusuran penulis, mulai dari The Guardian dan The Age ikut menurunkan berita tentang peristiwa tersebut.
Mengambil tema Lion Air Crash, mereka juga mencoba mengupdate berita tentang kecelakaan pesawat itu.
Berkaca dari hal tersebut sedikit menggambarkan kalau sebuah insiden jatuhnya pesawat bukanlah merupakan peristiwa yang sepele.
Terlepas dari beberapa fakta ini, tentunya sebagai saudara yang hidup di Indonesia kita juga merasakan duka yang mendalam dari kejadian tersebut.
Besar harapan ke depan tidak akan ada lagi fenomena pesawat-pesawat jatuh di tanah air dan belahan bumi lainnya.
PENYELAM MENINGGAL DUNIA
Di tengah upaya pencarian korban dan puing-puing pesawat Lion Air JT 610, seorang penyelam bernama Syachrul Anto meninggal dunia.
Syahrul dikabarkan meninggal pada Sabtu (3/11), pukul 02.00 WIB di Dermaga JICT II (Posko Basarnas) di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Dugaan sementara, Syachrul mengalami kecelakaan tenggelam pada saat mengevakuasi penumpang Lion Air JT-610.
Ia lantas dibawa ke RSUD Koja pada pukul 22.10 WIB, Jumat (2/11).
Ia dibawa dalam kondisi tak sadarkan diri dan tidak merespons.
Pada pukul 22.30 WIB, tim dokter yang menangani Syachrul menyatakan bahwa relawan itu telah meninggal dunia.
Syachrul diduga mengalami masalah dekompresi atau gangguan yang dialami oleh penyelam saat menyelam.
Referensi: BBC Indonesia, CNBC Indonesia, Liputan 6, Kompas, Boombastis
Simalungun - Konstruktif.id | Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara dan…
Simalungun - Konstruktif.id | Tim Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar melakukan…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kanit Binmas Polsek Siantar Timur AIPTU P. Simanjuntak selaku Perwira pengawas…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kapolres Pematangsiantar AKBP Yogen Heroes Baruno SH. SIK pimpin Apel Pergeseran…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Dukung Pengamanan Pilkada 2024 ,Sebanyak 61 personel Sat Brimob Polda Sumut…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024 Personil Polres Pematangsiantar mengikuti Latihan Pengendalian…