Pematangsiantar | Konstruktif.id – SABTU, 12 Juli 2020, sejak sore, Kota Pematangsiantar diguyur hujan deras, dengan debit cukup tinggi. Kawasan Tanjung Pinggir, Kecamatan Martoba, di genangi air yang ketinggiannya mencapai 3 meter.
Air yang mengalir cukup deras, menyapu rumah Nelly Tampubolon. Tidak tanggung-tanggung, rumah dan seluruh isinya, dibawa arus air yang deras.
Nelly bersama 3 anaknya yang sedang berada di rumah sempat terendam dengan arus yang kuat.
“Air udah setinggi dadaku. Minta tolongpun gak ada yang dengar karna hujan,” ujar Nelly.
Untung saja, Nelly Tampubolon yang berada di rumah bersama ketiga anaknya, tidak ikut terbawa arus.
Warga yang melihat mereka, segera memberi pertolongan dan menyelamatkan.
Roy dan warga mengetahui peristiwa itu bergegas mencari tali tambang. Dibantu pohon di depan rumah, warga menarik keluarga tersebut secara bergantian.
“Suami saya sedang berada di Medan, dia kerja,” kata Nelly Tampubolon.
Ini Banjir Terburuk Setelah Tahun 2015
Poiman, suami Nelly yang bekerja di Medan, begitu mendengar kabar buruk menimpa keluarganya, segera memutuskan untuk kembali malam itu juga.
Sayangnya, ketika tiba di lokasi, Poiman tidak lagi melihat bentuk rumahnya. Yang tersisa hanya barang berlumpur yang menyangkut di pohon. Itu diketahui setelah air surut.
“Tapi bersyukur saat itu mati lampu, kalau tidak gak tau jadi apa anak-anak dan istriku,” ujar Poiman.
Menurut Poiman, ini merupakan kejadian banjir kedua setelah tahun 2015, dan tercatat inilah bencana banjir terburuk di daerah aliran sungai.
“Limantahun lalu juga banjir di sini tapi gak seburuk ini,” ujar Poiman.
Jika Poiman mengalami kehilangan rumah, 19 warga lainnya mengalami rumah terendam. Tidak ada memang korban jiwa dalam peristiwa, namun kerugian mencapai puluhan juta beserta berkas-berkas berharga. (Sijabat)
