Categories: Nasional

SUN YAT-SEN: ‘Pajak Ini adalah Satu-Satunya Cara untuk Mendukung Pemerintah’

BRUSSELS, musim semi, 1905. Seorang pria necis 40 tahun, dengan jas, dasi dan rambut tersisir rapi, baru tiba dari London. Ia hendak menemui sejumlah mahasiswa dan imigran China yang tergabung dalam Komunitas Kebangkitan Kembali China. Ada 30 orang yang menunggu pidatonya.

Sesampainya di sebuah gedung pertemuan, pria necis yang semula dokter ini memeluk hadirin yang datang. Perlahan ia melangkah ke podium.

“Kita punya tiga prinsip yang akan membebaskan seluruh rakyat China, yaitu nasionalisme, demokrasi, dan kesejahteraan,” katanya. (Lyon, 1968)

Pada awal abad ke-20 itu, gelombang demokrasi, sosialisme, juga komunisme, mulai pasang di seluruh penjuru dunia. Kolonialisme Eropa di negara dunia ketiga, Kesultanan Usman di Turki, Kekaisaran Tsar di Rusia, mulai mendapatkan perlawanan, termasuk Dinasti Qing di China.

Sun Yat-sen, pria necis itu, adalah pelarian politik dari China. Satu dasawarsa sebelumnya, ia terpaksa melarikan diri ke Jepang, setelah Dinasti Qing memburunya. Dari Jepang, ia lalu melanglang ke berbagai kota di Amerika, Eropa, Kanada, Thailand, Singapura, juga bersembunyi di Malaysia.

Di kota-kota tersebut ia menggalang dana dari para keturunan China untuk menjatuhkan Dinasti Qing, dinasti impor asal Manchuria yang berkuasa di China sejak 200 tahun lalu. Ia merilis obligasi yang dibayar saat Republik China kelak lahir. Dari luar negeri, ia membidani lahirnya sebuah bangsa.

Tiga prinsip yang diucapkannya di Brussels itu, Minzu, Mínquán, dan Mínshēng, adalah dasar filosofi negara, atau philosophische grondslag dalam istilah Bung Karno yang mengutipnya dalam pidato kelahiran Pancasila, untuk menjadikan China negara yang bebas, makmur, dan kuat.

Prinsip Mínzú (nasionalisme) menggambarkan bangsa yang disatukan oleh tujuan. Dengan ini, Mínzú berarti kemerdekaan dari dominasi pihak lain. Untuk itu, semua etnis di China, terutama Han, Mongol, Tibet, Manchu, dan Uighur, harus disatukan untuk melawan imperalisme.

Mínquán (demokrasi) mewakili pembagian dua kekuatan, yaitu kekuatan politik dan kekuatan pemerintahan. Kekuatan politik adalah kekuatan seluruh rakyat yang diwakili Dewan Perwakilan Rakyat. Kekuatan pemerintahan adalah adalah kekuatan administrasi, diwakili eksekutif dan pengadilan.

Sementara Mínshēng (kesejahteraan) menggambarkan misi kesejahteraan sosial negara sekaligus kritik langsung terhadap praktik kapitalisme. Prinsip ini menunjukkan bagaimana Pemerintah China memajukan kesejahteraan umum demi kemajuan ekonomi rakyatnya.

Dalam prinsip ini pula, ia memperkenalkan pajak tanah, yang sampai hari ini diberlakukan di Taiwan, juga di China sejak 2019. “Pajak ini adalah satu-satunya cara untuk mendukung pemerintah. Ini adalah pajak yang adil, masuk akal, dan merata, yang di atasnya kita akan temukan sistem baru kita,” katanya.

Memang, tak mudah menjadi pelarian politik. Beberapa kali ia mengorganisir pemberontakan di China, beberapa kali pula usaha tersebut gagal. Di luar negeri, ia harus selalu waspada. Mata-mata Kedutaan Besar China ada di mana-mana. Momentum kadang mengetuk pintu dengan lembutnya.

Seperti suatu pagi pada bulan Oktober 1911, ketika ia membaca koran di Perpustakaan San Francisco, dan matanya tertumbuk pada berita keberhasilan Pemberontakan Wuchang. Dan sejurus kemudian, sejumlah pendukungnya datang ke perpustakaan tersebut dengan tergesa.

Di hadapan para pendukungnya, ia memerintahkan agar Huang Xing, komandan militernya di Hong Kong, dikabari untuk bertolak ke Wuchang. Ia sendiri memutuskan ke London, untuk menyetop pinjaman konsorsium bank terhadap proyek rel kereta di China yang melintasi Wuchang.

Setibanya di London, kepada para bankir itu ia meyakinkan bahwa pinjaman yang diajukan Dinasti Qing untuk proyek rel kereta di China senilai US$6 miliar tersebut akan digunakan untuk memerangi gerakan revolusi yang dipimpinnya, bukan untuk membangun rel. (yatsen.gov.tw)

Tak disangka, upayanya menyetop pinjaman itu berhasil. Kekuatan Dinasty Qing semakin lemah. Berita keberhasilan pemberontakan Wuchang juga telah tersebar ke seantero negeri. Gerakan itu menginspirasi pemberontakan lain. Lebih dari separuh provinsi telah membelot.

Akhirnya, dimulailah Revolusi Xinhai yang menggulingkan Dinasti Qing di China. Menjelang Natal, Sun Yat-sen tiba di China. Ia dielu-elukan ribuan orang. Tak lama berselang, 16 dari 17 provinsi memilihnya sebagai Presiden. 1 Januari 1912, ia mendeklarasikan Republik China. (Sumber kutipan: ddtc.com)

Redaksi

Recent Posts

Pelaksanaan Pilkada di Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar Lancar *Paslon Boby/Surya Raih 420 Suara, Edy/Hasan Peroleh 124 Suara

Simalungun - Konstruktif.id | Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara dan…

6 jam ago

Tim Kamtib Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar Cek Saluran Pembuangan Air

Simalungun - Konstruktif.id | Tim Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar melakukan…

1 hari ago

Polsek Siantar Timur Bantu Korban kecelakaan untuk mendapatkan pertolongan pertama

Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kanit Binmas Polsek Siantar Timur AIPTU P. Simanjuntak selaku Perwira pengawas…

3 hari ago

Siap Menjamin Keamanan,Polres Pematangsiantar terjunkan 150 Personil Amankan 411 TPS Pilkada 2024

Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kapolres Pematangsiantar AKBP Yogen Heroes Baruno SH. SIK pimpin Apel Pergeseran…

3 hari ago

Polres Pematangsiantar Sambut 60 Personil BKO Sat Brimob Polda Sumut

Pematangsiantar - Konstruktif.id | Dukung Pengamanan Pilkada 2024 ,Sebanyak 61 personel Sat Brimob Polda Sumut…

3 hari ago

Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024, Samapta Polres Pematangsiantar kuti Latihan Pengendalian Massa di Sat Brimobda Sumut Batalyon B Tebing Tinggi

Pematangsiantar - Konstruktif.id | Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024 Personil Polres Pematangsiantar mengikuti Latihan Pengendalian…

3 hari ago