Konstruktif News
TRENDING
  • Security
  • Security
No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Video
SUBSCRIBE
  • Home
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Video
No Result
View All Result
Konstruktif News
No Result
View All Result

Survei SMRC: Hanya 14 Persen Warga Percaya Kebangkitan PKI

Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan hanya 14 persen warga Indonesia yang percaya bahwa ada kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia.

5 Oktober 2020
7
VIEWS
Bagikan ke FacebookShare on TwitterBagikan ke Whatsapp

Baca juga:

Tim Advokasi Sumut Watch Minta Ephorus HKBP Evaluasi Praeses Distrik XXVI

Klien Diduga Korban Penipuan Penggelapan, Advokat Daulat Sihombing SH MH Gugat Walikota Pematangsiantar 2 M Lebih

Hasil Panen dan Harga Jahe Meningkat, Gairahkan Petani di Hutabulu

Jakarta | Konstruktif.ID — Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas mengatakan mayoritas masyarakat Indonesia atau 64 persen tidak tahu atau mendengar adanya kebangkitan PKI di Indonesia. Sedangkan sisanya 36 persen responden mengatakan tahu atau mendengar, namun hanya 38,7 persen atau 14 persen dari keseluruhan responden yang percaya dengan isu tersebut. Survei ini dilakukan pada 23-26 September 2020 dengan melibatkan 1203 responden yang diwawancara melalui telepon dengan tingkat kesalahan +/-2.9 persen.Survei SMRC juga menunjukkan persentase warga yang percaya dengan isu kebangkitan PKI tidak banyak berubah sejak 2016.

“Jadi secara umum, warga Indonesia yang setuju dengan pendapat bahwa saat ini tengah terjadi kebangkitan PKI itu tidak banyak berubah dari tahun 2016 sampai saat ini. Kisarannya 10-16 persen,” jelas Sirojudin Abbas dalam konferensi pers online, Rabu (30/9/2020).

Dari sisi pendidikan, Abbas menjelaskan terdapat 62 persen warga yang berpendidikan tinggi mengetahui isu kebangkitan PKI, sementara yang berpendidikan SD hanya 18 persen. Sedangkan dari sisi penghasilan, terdapat 40 persen warga berpenghasilan Rp 4 juta yang mengetahui isu kebangkitan PKI dan warga yang berpenghasilan di bawah Rp 1 juta sejumlah 32 persen.

“Ini mengesankan bahwa pembicaraan tentang isu PKI lebih banyak beredar di kalangan elit,” tambah Abbas.

Abbas juga melihat penyebaran informasi tentang kebangkitan PKI berkaitan dengan pemilihan presiden 2019 lalu. Itu terlihat dari 48 persen pemilih Prabowo yang mengetahui isu kebangkitan PKI, sementara pemilih Jokowi hanya 29 persen. Selain itu, isu kebangkitan PKI juga lebih dikenal di Jawa dan Sulawesi dan mereka yang beragama Islam.

Amnesty International Indonesia: 14 Persen Bukan Jumlah yang Sedikit

Menanggapi hasil survei ini, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai jumlah responden yang percaya dengan isu kebangkitan PKI bukanlah jumlah yang sedikit.

Menurutnya, kondisi ini dapat menghambat proses kedewasaan politik di Indonesia karena akan membuat masyarakat terus terbelah. Apalagi, kata dia, isu kebangkitan PKI ini kerap dimanfaatkan sejumlah pihak dalam momentum pemilihan umum. Serta untuk membungkam kelompok-kelompok kritis yang bertentangan dengan kepentingan politik atau bisnis.

“Salah satu contohnya adalah penolakan tambang emas di Tumpang Pitu, Jawa Timur. Di mana kelompok petani yang kritis dan menolak tambang, didiskreditkan membawa misi kebangkitan PKI. Ini persis pada era orde baru,” jelas Usman Hamid.

Usman menambahkan isu kebangkitan PKI ini juga dapat melemahkan perjuangan para korban pelanggaran HAM 1965 yang sedang menuntut rehabilitasi dari negara. Hal ini seperti gagalnya rencana pemerintahan Jokowi yang akan merehabilitasi korban 1965 pada tahun 2015 silam.

Sejarawan : Sudah Banyak Buku dan Kesaksian

Sementara Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan telah bermunculan buku-buku pelurusan sejarah tentang peristiwa 30 September 1965. Di samping itu, para korban 1965 juga telah banyak yang memberikan kesaksian tentang peristiwa tersebut. Salah satunya yaitu melalui Pengadilan Rakyat atau IPT 1965.

“Sudah muncul juga teori yang baru mengenai dalang Gerakan 30 September, seperti yang ditulis John Roosa, yang bisa menandingi atau menurut saya menggantikan buku putih Setneg,” jelas Asvi Warman Adam.

Asvi Warman juga mengingatkan bahwa terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan pada peristiwa 1965 seperti yang dipaparkan dalam IPT 1965. Namun, isu ini dan berbagai temuan dalam IPT 1965 tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah.​ [Sumber:VOAIndonesia]

ShareTweetSend
ADVERTISEMENT

Related Posts

Tim Advokasi Sumut Watch Minta Ephorus HKBP Evaluasi Praeses Distrik XXVI

12 April 2021
4

Klien Diduga Korban Penipuan Penggelapan, Advokat Daulat Sihombing SH MH Gugat Walikota Pematangsiantar 2 M Lebih

25 Maret 2021
26

Hasil Panen dan Harga Jahe Meningkat, Gairahkan Petani di Hutabulu

2 Maret 2021
135

Presiden: Butuh Kerja Sama Global untuk Tangani Pandemi Covid-19

23 Februari 2021
21

Selamat Purna Tugas Bang Saut Sirait

3 Februari 2021
55

PWI Tebingtinggi Sampaikan Kegiatan HPN Tahun 2021 dan UKW ke Walikota

2 Februari 2021
28

Geli “Menengok” AHY

2 Februari 2021
76
Satres Narkoba Polres Tebingtinggi kembali menangkap pelaku sabu dari Kampung Semut Tebingtinggi.

Polres Tebingtinggi Tangkap Pelaku Narkoba Berikut Sabu Ketengan

29 Januari 2021
95

Discussion about this post

Recommended

Foto Bersama

GM DSER1 PTPNIII Kunjungi Kebun Silau Dunia

6 Mei 2020
67

Wakil Walikota Hadiri Pelantikan Asosiasi Pendeta Indonesia

31 Agustus 2020
29

Presiden: Vaksinasi Menunggu Izin Penggunaan Darurat BPOM dan Fatwa MUI

8 Januari 2021
9

Presiden Jokowi dan Kanselir Angela Merkel Lakukan Pertemuan Bilateral secara Virtual

13 April 2021
6

178 Calon Siswa Gagal Masuk SMPN 1 Pematangsiantar

10 Juli 2020
43

PN Tebingtinggi Nyatakan Tanah Pasar Sakti Sah Milik Mali

12 Juni 2020
61
  • Policy
  • Terms
  • Redaksi
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

© 2020 Media Konstruktif

No Result
View All Result
  • Home
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Video

© 2020 Media Konstruktif