Inggris
Vaksin keenam adalah Vacuna ChAdOx1 dari Jenner Institute, University of Oxford, Inggris.
Uji coba klinis pertama di Eropa dimulai tanggal 23 April untuk mengetes vaksin ini.
Ini adalah jenis vaksin gabungan atau rekombinan, serupa dengan yang dibuat oleh CanSino di China.
Namun tim di Oxford menggunakan versi adenovirus dari simpanse yang telah dilemahkan dengan modifikasi sehingga tidak direproduksi pada manusia sebagai vektor.
“Yang mereka lakukan adalah memproduksi virus dalam reaktor yang tidak berbahaya tapi di permukaan memperlihatkan protein yang sama dengan virus corona. Maka ini akan menghasilkan respons kekebalan tubuh,” kata dr. Tapia.
Para ilmuwan telah berpengalaman menggunakan teknologi ini, antara lain untuk mengembangkan vaksin untuk MERS yang juga disebabkan virus corona.
Hasil uij coba klinis, kata tim ini, memperlihatkan hasil yang positif.
Tantangan produksi masal
Sekalipun kemajuan pesat terjadi dalam pembuatan vaksin Covid-19, para ahli mengatakan tak ada jaminan bahwa penyuntikan atau inokulasi akan berhasil.
Dijelaskan oleh dr. Felipe Tapia, tidak diketahui bagaimana reaksi vaksin ini terhadap jenis populasi berbeda, atau di antara kelompok umur berbeda.
“Ini hanya bisa diketahui seiring waktu,” katanya.
Namun mendapatkan vaksin yang efektif dan persetujuannya barulah langkah pertama.
Lalu akan ada tantangan besar dalam memproduksi miliaran dosis suntikan untuk didistribusikan kepada yang membutuhkan.
“Menurut saya akan ada keterbatasan dalam kemampuan mencapai jumlah produksi yang dibutuhkan, yaitu ratusan juta dosis,” kata dr. Tapia kepada BBC Mundo.
“Jika kita ingin memvaksinasi seluruh planet, akan ada jutaan dosis yang sangat sulit untuk diproduksi,” katanya.
Hambatan paradoks
Satu tantangan lagi adalah paradoks yang terjadi apabila penyebaran virus corona berhasil dikendalikan.
Vaksin hanya bisa dianggap berhasil uji cobanya di lokasi tempat virus menyebar secara alamiah. Jika penyebaran sudah berhenti maka tak ada lagi populasi untuk penyuntikan atau inokulasi.
“Ini akan sangat tergantung pada seberapa cepat virus mengimunisasi seluruh dunia,” kata Dr Tapia.
“Di negara dengan karantina yang ketat, barangkali vaksin akan lebih dulu digunakan daripada munculnya kekebalan kelompok (herd immunity)”.
“Namun di negara dengan kegiatan ekonomi lebih besar seperti Jerman, penyebaran virus bisa memunculkan kekebalan lebih cepat daripada vaksin,” ujarnya.(sumber: bbcindonesia)
Discussion about this post