Samosir | Konstruktif.id – DPRD Kabupaten Samosir melalui Komisi I DPRD Samosir memanggil Unit Pengelola Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (UPK -SPP) se-Kabupaten Samosir bersama Dinas PPAMD Kabupaten Samosir untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) atas adanya laporan dugaan penyalagunaan wewenang dan jabatan selaku fasilitator.
RDP itu dipimpin Nasib Simbolon, wakil Ketua DPRD Samosir, Kamis (16/07/2020) di ruang rapat kantor tersebut untuk membahas terkait pengelolaan dana bergulir Simpan Pinjam Perempuan seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir mengalami permasalahan penunggakan dana bergulir.
Nasib Simbolon menyampaikan bagaimana pengelolaan dana bergulir , bagaimana metode bagi hasilnya, berapa persen beban bunga pinjaman yang dibuat.
Hal lain yg perlu diperhatikan agar semua tunggakan segera ditagih, agar dana itu bisa dipakai atau digulirkan kepada yang memerlukan.
Kadis PPAMD Kabupaten Samosir, Amon Sormin menjelaskan bahwa kendala yang dihadapi dalam pengelolaan SPP ini yakni belum adanya regulasi atau peraturan baru untuk pengelolaan SPP yang meliputi struktur pengeloaan, pengawasan dan pembinaan usaha, periodisasi pengurus/pengelola dan penyelesaian tunggakan.
Saat ini kita sedang melakukan inventarisasi kelompok SPP yg masih berjalan dan sekanjutnya akan melakukan musyawarah untuk periodisasi pengurus. Dan kita sdh mengirimkan surat ke Kementerian agar dapat segera mengeluarkan aturan terkait pengelolaan SPP ini, katanya.
Ditambahkan Kadis, bahwa jumlah kelompok SPP di 9 Kecamatan sebanyak 803 kelompok dengan jumlah tunggakan Rp7.212.820.413.
Ketua Komisi I Saurtua Silalahi menegaskan agar masalah tunggakan, periodisasi, tata kelola SPP dan bunga pinjaman dapat segera dituntaskan.
Sesuai informasi yang beredar, terkait pemanggilan RDP ini bahwa adanya penyalahgunaan Simpan pinjam tersebut yang dilakukakan oleh fasilitator UPK -SPP dengan mengatas namakan kelompok simpan pinjam
Nasib Simbolon saat dikonfirmasi konstruktif.id, Kamis (16/07/2020) menyampaikan terkait dana SPP ini bahwa belum adanya regulasi yang baru untuk mengatur ini yaitu Juknis dari Kemendes atau kabupaten karena dana ini dulunya dari Menteri Dalam Negeri dalam bentuk SPP PMPM Mandiri.
Bahwa SPP yang digulirkan selama ini banyak yang tersendat karena kelompok tidak membayar angsuran terkendala Covid-19 dan menganjurkan agar Pemkab Samosir membentuk BUMD yang bisa menambah PAD, sambil memberi data penunggak.
Amon Sormin menjelaskan secara teknis yang mengetahui permasalahan ini adalah pihak kecamatan melalui Badan Kordinasi antar Desa dan memang selama ini adanya kekosongan regulasi dari Menteri dalam Negeri ke Kementerian Desa. Dari kekosongan regulasi ini para UPK-SPP menjadi ragu-ragu untuk menagihnya.
Terkait infomarmasi adanya dugaan peyalahgunaan fasilitator yang menggunakan dana ini untuk kepentingan pribadi dengan mengatas namakan kelompok pada masa kekosongan regulasi ini, Amon Sormin menjawab yang lebih jelasnya pihak kecamatan yang mengetahui secara pasti tentang teknik di lapangan.(PT/K1)
Discussion about this post