Pematangsiantar | Konstruktif.id
Masih ingat perkara Advokat Daulat Sihombing SH MH, yang menggugat Pendeta Dobes Manullang STh, isterinya Berliana Napitupulu dan anaknya Advent Manullang ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar untuk membayar Rp 1 M lebih, gara- gara menutup atau membendung parit?
Begini kabarnya sekarang. Beberapa waktu lalu, Hakim Mediator memberi kesempatan untuk menyelesaikan perkara secara damai. Namun, Pendeta Dobes, isteri dan anaknya, menolak untuk berdamai.
Menurut pendeta ini sudah kadung dipublikasi di sejumlah medsos dan surat kabar, sehingga tak perlu lagi berdamai dengan Penggugat.
Entahlah, padahal sejak dinobatkan menjadi pendeta, setiap hari minggu di altar gereja Pendeta Dobes selalu mengucapkan Firman Tuhan dalam nats Philipi 4 : 7 : “Damai Sejahtera Allah, yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”.
Oleh karena tak selesai secara damai, maka Para Tergugat melalui Kuasa Hukumnya, Hotman Manullang SH dkk, mengajukan Jawaban, tertanggal 08 Juni 2021, yang menyangkal gugatan Penggugat.
Menyangkal Penggugat tidak pernah meminta kepada Para Tergugat untuk membuat parit, menyangkal tidak pernah membendung parit, menyangkal tidak mempertinggi tembok pagar dan membuat kanopi yang menempel ke tembok rumah Penggugat, dan Tergugat III menyangkal tidak pernah menantang dan menghina Penggugat dengan kata- kata “Si borjong kau, tak tau adat kau, tak level kau.”
Terhadap hal itu, kuasa Penggugat Edi Sudma Sihombing SH dan Rudi Malau SH, dalam Replik tertanggal 15/6/2021, menyatakan bahwa Tergugat I , II dan III, selaku pendeta dan keluarga pendeta telah bersaksi dusta.
Faktanya menurut Edi, Pertama, sejak Penggugat membangun rumah tahun 2019, Penggugat beberapa kali telah meminta kepada Pdt Dobes, baik secara langsung maupun melalui Lurah Sukaraja, agar Para Tergugat membuat parit umum dengan sistem pipa tanam yang biayanya ditanggung oleh Penggugat, namun ditolak Para Tergugat.
Kedua, Para Tergugat membendung parit/bak kontrol limbah air di seberang jalan dengan tanah, batu-batuan dan tanam-tanaman, hingga mengakibatkan rumah Penggugat mengalami banjir.
Ketiga, Para Tergugat mempertinggi tembok pagar dan membuat kanopi yang menempel ke tembok rumah hingga menutup ventilasi cahaya dan ventilasi udara serta ruang pemeliharaan (maintenance) tembok rumah Penggugat.
Keempat, Tergugat III secara pongah dan angkuh menantang serta menghina Penggugat dengan kata-kata : “Si borjong kau, tak tau adat kau, tak level kau”.
Menurut Edi, sikap Tergugat III yang menyangkal menghina Penggugat, menunjukkan betapa Tergugat III pengecut.
“Bayangkan ketika menghina Penggugat, ia begitu pongah hingga tidak sadar diri tidak siapa-siapa dan bapaknya (ic. Tergugat I) seorang pendeta, yang seharusnya Tergugat III tau etika, tau sopan santun, tau beradab dan bukan sebaliknya,” jelas Edi.
Namun, sambung Edi, setelah dihadapkan ke pengadilan, Tergugat III tidak berani secara gentle mengakui perbuatannya. Padahal bila Tergugat III meminta maaf kepada Penggugat maka Penggugat pastilah memaafkannya.
Demikian dengan Tergugat I, Edi menilai bahwa penyangkalan Pdt Dobes menunjukkan betapa ia tidak menjaga marwah, harga diri dan kehormatannya sebagai pendeta. Saat kejadian, Tergugat III menelepon Pdt. Dobes dengan percakapan awal, “Pak, saya sedang bertengkar dengan si borjong ini, kulawanlah pak?” dan salah satu jawaban Tergugat I yang sempat terdengar ialah “ Siapa kawanmu di situ?”, lalu Tergugat III menjawab : “Ada pak, si Gabe Pak”. Dari percakapan itu, Tergugat I patut dianggap tau tindakan Tergugat III yang menghina Penggugat.
Tidak Tahu Berterima Kasih
Sebelum Penggugat tinggal di gang Platinum, akses jalan ke rumah Para Tergugat hanya melalui gang Hasibuan, dimana sekitar 75 meter menjelang rumah Para Tergugat merupakan jalan tanah yang ketika musim hujan sulit dilalui kendaraan bermotor karena diwarnai kubangan lumpur.
Terkait hal itu, Tergugat I beberapa kali meminta tolong agar Penggugat menggunakan aksesnya untuk membuka akses jalan gang Platinum.
“Tolonglah lae, dasimu lebih panjang dari dari saya”, kata Edi menirukan Tergugat I. Ironisnya, setelah Penggugat membuka dan mengaspal gang Platinum, ujarnya, justru Para Tergugatlah yang paling menikmati jalan aspal gang Platinum, tanpa tau berterima kasih.
Malah ketika Penggugat membuat parit/bak kontrol di seberang jalan, Para Tergugat pula orang pertama yang menolak dan memusuhi Penggugat.
Padahal untuk membuka gang Platinum, dengan panjang sekitar 90 meter dan lebar sekitar 4-5 meter, Penggugat harus berkorban untuk membuat “jembatan cor”, mengerahkan puluhan tenaga kerja untuk membabat semak belukar yang merintangi ruas jalan, melakukan pembersihan dan perataan permukaan jalan dengan tanah, pasir dan batu-batu koral, selanjutnya memperjuangkan sendiri pengaspalan serta mensosialisasikan nama gang Platinum dengan pembuatan plank, tanpa kontribusi sepeserpun dari Para Tergugat.
Mungkin kata Edi, karena terbiasa dilayani dan diaminkan jemaatnya, lalu Para Tergugat menganggap pengorbanan Penggugat adalah bentuk pelayanan terhadap Tergugat I sebagai pendeta.
Bagaimana pula Pdt. Dobes, berkotbah tentang nats Matius 5 : 39, “Kalau seseorang menampar pipi kananmu, berikanlah pipi kirimu”, namun ia sendiri tidak mampu mengamalkannya? (Sarman Sariono).
Simalungun - Konstruktif.id | Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Utara dan…
Simalungun - Konstruktif.id | Tim Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Lapas Narkotika Kelas IIA Pematangsiantar melakukan…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kanit Binmas Polsek Siantar Timur AIPTU P. Simanjuntak selaku Perwira pengawas…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Kapolres Pematangsiantar AKBP Yogen Heroes Baruno SH. SIK pimpin Apel Pergeseran…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Dukung Pengamanan Pilkada 2024 ,Sebanyak 61 personel Sat Brimob Polda Sumut…
Pematangsiantar - Konstruktif.id | Siap Jaga Keamanan Pilkada 2024 Personil Polres Pematangsiantar mengikuti Latihan Pengendalian…