Jakarta | Konstruktif.id — Petani Urutsewu, Jawa Tengah, mengirimkan keberatan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) Sofyan Djalil terkait penerbitan sertifikat hak pakai lahan kepada TNI AD.
Mereka mengklaim penerbitan sertifikat itu sama sekali tak melibatkan warga saat pengukuran. Oleh karena itu, mereka meminta Sofyan mencabut sertifikat tersebut karena dilakukan secara sepihak dan tanpa melibatkan petani.
Dalam melayangkan keberatannya ini, para Petani Urutsewu didampingi LBH Yogyakarta dan LBH Semarang yang tergabung dalam Tim Advokasi Perjuangan Urutsewu Kebumen (TAPUK).
“Para petani pemegang hak di atas lahan Urutsewu yang sah meminta Kementerian ATR/ BPN untuk mencabut sertifikat oleh Kementerian ATR/ BPN kepada TNI AD atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,” ujar Sunu dari Urutsewu Bersatu dalam keterangan resminya yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (7/9).
Sunu mengatakan penerbitan sertifikat hak pakai lahan melanggar prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Sunu mengatakan dalam pendaftaran lahan yang dilakukan BPN itu tak sesuai denganaturan karena nihil pemberitahuan maupun persetujuan dengan lahan-lahan yang menjadi batas klaim tanah TNI AD. Mereka juga menyebut data yang dibuat TNI AD untuk mendaftarkan tanah juga tidak diketahui asal muasalnya.
“Sampai dengan saat ini, tanah-tanah yang diklaim TNI AD adalah milik para petani dengan bukti C Desa dan beberapa Sertifikat Hak Milik,” tegas Sunu.
Ia mengungkapkan sikap Sofyan yang berpendapat penerbitan sertifikat hak pakai kepada TNI AD sebagai upaya penyelesaian konflik bertentangan dengan UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Ia mengatakan Pasal 10 UU a quo tentang Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik mensyaratkan adanya kecermatan dan juga keterbukaan.
“ATR/ BPN ceroboh dalam menangani konflik Urutsewu di mana setiap proses yang dijalankan tidak melibatkan masyarakat terdampak,” ucapnya.
CNNIndonesia.com sudah berupaya menghubungi Kapendam IV/Diponegoro, Letkol Kav Susanto dan Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN, Arwin Baso untuk mengetahui informasi lebih lanjut terkait sertifikat hak pakai ini. Namun hingga berita ini ditulis, pesan singkat dan panggilan telepon tak direspons keduanya.
Sebelumnya, usai pemberian sertifikat Urut Sewu di Markas Kodam IV Diponegoro, Semarang, 12 Agustus 2020, Sofyan Djalil menyebut perseteruan dan sengketa warga dengan TNI atas tanah Urutsewu sudah berakhir dengan pemberian sertifikat kepada TNI AD.
“Sengketa ini sudah berakhir dengan win-win. Sosialisasinya baik sekali. Dari sejarahnya memang milik TNI, jadi statusnya jelas untuk pemakaian fleksibel dan dapat memberikan manfaat bagi semua”, kata Sofyan
Dari 954 hektare, telah diberikan sertifikat lima bidang tanah seluas 213,2 hektar yang terdiri atas lima tanah di Kecamatan Ambal dan Kecamatan Milit.
“Total semua luasnya 954 hektare. Tahap pertama ini kita berikan dulu sertifikat lima bidang seluas 213,2 hektare”, terang Sofyan kala itu.
Dalam kesempatan yang sama, KSAD Jenderal Andika Perkasa menyebut Tanah Urut Sewu secara administrasi negara memang milik TNI. Namun, selama ini tanah itu dikerjakan warga untuk penambangan pasir besi di mana tak ada pemasukan ke negara darinya. (Sumber kutipan: cnnindonesia)
Discussion about this post