Usai kontak tembak itu, kata Reza, Satgas gabungan TNI-Polri langsung melakukan penyisiran di sekitar tempat kejadian tepatnya di Pos Koramil Persiapan Hitadipa. Sedangkan jenazah Pratu Dwi Akbar Utomo akan dievakuasi ke Timika.
“Satgas Apter yang bertugas di Papua bertujuan untuk menyiapkan Koramil dan Kodim baru dalam rangka membantu pemerintah daerah melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Kepala Penerangan Kogabwilhan III, Kol Czi IGN Suriastawa mengatakan situasi yang tidak aman terjadi di Papua serta Papua Barat diakibatkan oleh aksi teror dari KSB yang sangat meresahkan masyarakat.
“Pada hari ini melalui akun medsosnya, salah satu pentolan gerombolan teroris separatis ini secara terbuka mengeluarkan pernyataan ancaman, intimidasi dan provokasi kepada seluruh penerbangan di Papua yang mengangkut personel TNI dan Polri,” kata Suriastawa.
Menurutnya, KSB selalu memanfaatkan momen-momen tertentu untuk mencari perhatian dunia internasional terutama menjelang Sidang Majelis Umum PBB.
“Kepada warga masyarakat untuk tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi dengan kebohongan yang terus dilancarkan di akun medsosnya,” tegas Suriastawa.
Sementara, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom membenarkan bahwa telah terjadi kontak tembak antara pihaknya dan TNI di Intan Jaya.
“Penanggung jawab aksi di lapangan adalah Yondius Kogoya dan pasukannya di Kodap VIII Intan Jaya,” katanya kepada VOA.
Menurut Sebby, pihaknya yang merupakan sayap militer dari OPM akan terus meningkatkan aktivitas perlawanan terhadap TNI-Polri di Papua.
“Aktivitas perlawanan akan meningkat, kalau Indonesia kirim anggota TNI-Polri yang berlebihan. Anggota TNI-Polri melakukan penyisiran di lingkungan masyarakat sipil dengan sewenang-wenang,” ungkapnya.
Pengamat terorisme, Stanislaus Riyanta mengatakan ada maksud serta tujuan kenapa serangan yang dilakukan kelompok separatis di Papua kian agresif dan gencar dalam satu pekan ini.
“Karena ada momentum yang sedang dikejar yaitu terkait dengan otonomi khusus (otsus). Mereka ingin menciptakan suasana di Papua tidak kondusif dan otsus gagal. Sehingga apa yang mereka suarakan bahwa tujuan utama untuk merdeka bisa tercapai,” katanya kepada VOA.
Menurut Stanislaus, para komplotan KSB hanya bagian kecil dari masyarakat Papua. Namun, bagian kecil itu dinilai cukup frontal dengan menggunakan propaganda di Bumi Cenderawasih.
“Propaganda yang cukup masif sehingga terkesan bahwa mereka adalah suara sebagian besar masyarakat Papua,” tuturnya.
Masih kata Stanislaus, pemerintah perlu melakukan dialog dengan elemen masyarakat termasuk tokoh agama, dan adat untuk mengetahui seperti apa yang akan dilakukan Papua ke depannya. Dialog dilakukan dalam kerangka bahwa masyarakat Papua adalah bagian dari Indonesia.
“Saya lihat dialog-dialog seperti ini masih kurang masif dilakukan pemerintah, sehingga ketika ada suara dari kelompok separatis yang menyuarakan melalui proksi-proksinya cukup kuat terdengar sehingga kesannya bahwa mereka lebih dominan,” pungkasnya. (K1)
Discussion about this post