Medan | Konstruktif.id
Jauh sebelum pelaksanaan Sinode Godang HKBP 2020 Ephorus Emeritus Pdt Dr SAE Nababan menyampaikan sejenis harapan dan pemikiran guna perbaikan dan perubahan di Gereja HKBP. Terkhusus dalam sistim pemilihan pimpinan HKBP dalam SG HKBP.
Harapan itu disasarkannya kepada seluruh sinodesten yang mengikuti SG HKBP, 9-13 Desember 2020. Diharapkannya agar ada cara baru memilih pimpinan HKBP.
“Sebab jika pendeta sendiri tidak merobah dirinya, maka tidak mungkin ada kemajuan terjadi di HKBP. Itu kenyataan pahit dan kita tidak bisa menyesalinya,” ujarnya mengawali ceramahnya dalam sebuah pertemuan yang dipublikasikan di Youtube 6 Januari 2020 silam.
Nababan, memiliki harapan terhadap Sinodesten SG HKBP 2020 agar menemukan cara atau metoda baru dalam memilih pemimpin HKBP.
“Saya sudah mengkampanyekan itu. Bagaimana caranya?”
Menurutnya ada 7 (tujuh) Poda Tohonan Pendeta. Dilihat dan ditelisik dulu apakah si calon tersebut melakukan dan menghidupnya atau tidak.
Ditambahkannya ada 4 (empat) syarat yang diisyaratkan si Jetro kepada Musa sebagai pemimpin, yaitu : mampu, takut akan Tuhan, dapat dipercaya dan benci pengejaran suap.
Dikatakannya, ada 2 syarat di era industrialisasi yang perlu diketahui dan dikuasai oleh seorang pemimpin, yaitu kecerdasan kontekstual (contextual intelligence).
“Seorang pemimpin harus mengetahui perkembangan. Mengarah kemana perkembangan itu. Kedua, harus bisa berkolaborasi?’ tegasnya.
Lebih dipertajamnya bahwa berkolaborasi lebih dari bekerja sendiri-sendiri. Benar-benar mampu dan mau melibatkan seluruh stakeholder untuk bekerjasama.
“Jangan seperti sekarang, pimpinan HKBP hanya 5 (lima) orang tapi tidak bisa kerjasama,” ujarnya.
Bukan tanpa alasan kenapa Nababan berpendapat seperti itu. Dia menuding adanya kelemahan dalam cara dan metode memilih pemimpin di HKBP.
“Kita memilih pemimpin secara sembarangan,” katanya.
Mendukung pemikirannya tersebut, Nababan mengusulkan agar sebelum pelaksanaan pemilihan pemimpin di Sinode Godang, didahului dengan pembentukan panitia pencarian calon. Ditelisik dulu rekam jejak (track record) seseorang calon.
Menurut Nababan, ada yang sangat penting diingat bahwa di era industrialisasi 4.0 ini, tidak ada lagi gunanya titel akademis.
“Yang menentukan bukan titel seseorang, tetapi kompetensi. Pemikiran jika seseorang sudah doktor otomatis mampu memimpin, itu tidaklah benar, banyak doktor yang tidak piawai berorganisasi. Tidak tahu management. Tidak tahu memimpin. Kita harus meninggalkan cara-cara lama itu,” katanya dengan gaya khasnya.
Di akhir ceramahnya, Nababan menekankan bahwa Sinode Godang bukanlah penentu segala sesuatu di HKBP.
“Sinode Distrik bahkan di tingjat huria bisa memulai perubahan itu. Tetapi butuh keberanian. Sebab tidak ada yang dapat menghalangi kita jika kita melakukan sesuatu perubahan diterangi oleh Roh Kudus. Melakukan perubahan di HKBP sangat berat. Tetapi kita tidak bisa menyerah,” tutupnya. (Poltak Simanjuntak).
Discussion about this post