Medan | Konstruktif.id
Diduga melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku dalam menangani perkara perselisihan hasil pemilihan Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan, Ranto Sibarani dan rekannya Jimmi Sibuea melaporkan 9 Hakim Mahkamah Konstitusi ke Dewan Etik Hakim Mahkamah Konstitusi.
Sembilan hakim yang dilaporkan tersebut yakni Dr Anwar Usman SH MH, Prof Dr Aswanto SH, MSi DFM, Dr Wahiduddin Adams SH MA, Prof Dr Arief Hidayat SH MS Dr Daniel Yusmic Pancastaki Foekh S H, MH, Dr Manahan MP Sitompul SH MHum, Dr Suhartoyo SH, MH, Prof Dr Saldi Isra SH MPA dan Prof Dr Enny Nurbaningsih SH MHum.
“Laporan ke Dewan Etik Hakim MK telah kami masukkan, terkait telah memutus perkara perselisihan hasil pemilihan Bupati Kabupaten Tapsel yaitu Perkara Nomor 22/PHP.BUP-XIX/2021 pada tanggal 17 Februari 2021.
Permohonan Pemohon melewati tenggang waktu pengajuan permohonan, atau lewat 6 menit, namun Hakim MK tidak konsisten dengan menghitung tenggang waktu sejak KPU Tapsel menempel hasil rekapitulasi suara di Papan Pengumuman.
“Mestinya Hakim MK juga menghitung tenggang waktu sejak diumumkannya hasil rekapitulasi tersebut secara daring/online, bukan sejak ditempel di papan pengumuman yang jelas-jelas tidak relevan dimasa pandemi ini,” kata Ranto Sibarani kepada Konstruktif.id.
Ranto mengatakan bahwa pihaknya memasukkan gugatan tanggal 17 Desember 2020 pukul 23:30 WIB, namun pihak MK mencatat permohonan tersebut dimasukkan pada tanggal 18 Desember 2020 pukul 00:06 WIB atau terlambat 6 menit.
“Hakim MK menurut kami telah keliru menghitung kalender terhadap putusan tersebut, seharusnya Yang Mulia Hakim MK menghitung 3 hari kerja sejak hasil rekapitulasi penghitungan suara tersebut diumumkan di laman KPU Tapsel, bukan 3 hari sejak ditempelkan di papan pengumuman, siapa yang melihat pengumuman di papan pada tengah malam?,” tanya Ranto.
Menurut Ranto, berdasarkan Pasal 157 ayat (5) UU No 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota menjadi UU menyatakan Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada MK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
“Lebih lanjut diatur dalam Pasal 55 PKPU Nomor 19 Tahun 2020 disebutkan: “KPU/KIP Kabupaten/Kota mengumumkan Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota terpilih di papan pengumuman dan laman KPU/KIP Kabupaten/Kota atau tempat yang mudah diakses oleh masyarakat selama 7 (tujuh) hari. Kemudian dalam Lampiran PKPU Nomor 5 Tahun 2020 halaman 9 (sembilan) point g disebutkan bahwa Pengumunan Hasil Rekapitulasi tingkat Kabupaten/Kota diumumkan pada tempat Pengumuman di KPU Kabupaten/Kota dan melalui Laman KPU oleh KPU Kabupaten/Kota,” urai Ranto.
Hal lain yang membuat pihaknya melaporkan Hakim MK tersebut karena Terlapor tidak memperlakukan sama di depan hukum dan tidak konsisten dalam memutuskan perkara lainnya. Sebab, gugatan Pilkada Samosir yang sudah melewati batas waktu pengajuan sengketa sebagaimana yang bisa dilihat dari dokumen permohonan dan dokumen pihak terkait, namun perkaranya justru hingga saat ini masih berlanjut hingga ke sidang pembuktian.
“Ini kami nilai sebagai hal yang melanggar etik hakim dimana mereka tidak memperlakukan azas persamaan dalam hukum terkait perkara permohonan sengketa Pilkada Tapsel 2020 dan perkara permohonan Pilkada Samosir 2020. Hakim MK bahkan tidak mempertimbangan 354 bukti-bukti yang kami berikan dan bahkan sudah disahkan oleh Mahkamah, apa gunanya menghabiskkan banyak biaya untuk mengadukan kecurangan pemilu jika hanya ditolak berdasarkan hitungan kalender?” tutupnya. (*/Poltak Simanjuntak).
Discussion about this post