Medan | Konstruktif.id
Prihatin dengan tingginya konflik internal di tubuh Gereja HKBP selama beberapa dekade belakangan, memunculkan kerinduan hadirnya pemimpin HKBP yang mampu meredusir dan menekan konflik internal dari aras jemaat hingga Pusat Pearaja.
Kerinduan itulah yang dituangkan dengan kritis oleh Suhunan Situmorang dalam Surat Terbuka yang dialamatkannya kepada Ephorus terpilih dalam SG HKBP 2020.
“Dalam satu program Suan di Toba Dream TV yg diunggah ke Youtube, saya katakan pula, salah satu peristiwa yg turut mengubah masyarakat Batak, konflik pengurus pusat HKBP 1992-1996 yang mengimbas ke jemaat,” tulis Suhunan.
Menurutnya, salah satu penyebab memudarnya ikatan perkerabatan dan sopan santun khas Batak yg terbentuk dari norma-norma adat, juga karena diporakporandakan oleh konflik yang memalukan tersebut.
Konflik antara pendukung Ephorus (emeritus) SAE Nababan vs Ephorus dukungan militer (eks Pangdam Bukit Barisan, Sumut) melalui sinode godang (sidang besar) sepihak di Hotel Tiara, Medan.
Lanjutnya, tata sosial dan harmoni masyarakat Batak yg sebetulnya kuat dan unik, benar-benar berantakan dibuat konflik yg penuh kekerasan fisik tersebut.
Suhunan menyebut sampai sekarang, akibat konflik masih terasa ke jemaat. Ada yg tetap memisahkan diri, membangun gereja baru, tak mau kembali membaur dengan jemaat yang sebelumnya berbeda dukungan. Salah satu, HKBP Pangururan. Pihak yg anti SAE Nababan, akhirnya mendirikan HKBP Kota.
Semakin ditegaskan Suhunan dalam suratnya, bahwa efek atau dampak konflik tersebut, sekali lagi, sesungguhnya amat parah.
“Tetapi sangat mengherankan dan mengecewakan, Ephorus dan petinggi-petinggi HKBP pasca konflik, sejauh ini belum pernah saya tahu meminta maaf secara terbuka dan tulus ke semua jemaat, pula ke seluruh masyarakat Indonesia (bahkan non-Kristiani) karena telah merusak sendi-sendi perkerabatan dan nilai-nilai luhur masyarakat adat, juga menimbulkan keonaran yg mengganggu masyarakat sekitar,” sesal Suhunan.
Untuk Ephorus terpilih di sinode godang yg tengah dilangsungkan di Seminarium, Sipoholon, Tarutung, Tapanuli Utara, siapa pun yg terpilih, tugas berat yg menunggu ialah:
1. Memikirkan dan mengupayakan HKBP tidak lagi sering mengalami konflik internal (termasuk huria kecil atau “pagaran”).
2. Meminta maaf ke semua jemaat dengan jiwa besar atas kesalahan para pendahulu, terutama yg masih traumatis akibat konflik dan tetap memisah dari jemaat HKBP lain karena beda dukungan.
3. Menjadikan HKBP sungguh-sungguh menjadi saksi Kristus dan pelaku kasih; HKBP menjadi berkat bagi semua masyarakat, tanpa polarisasi dan bersifat inklusif. Jadilah ‘terang dan garam.’
“Itu saja harapan saya sebagai jemaat yg peduli dan cinta HKBP. Marilah lebih rendah hati dan paham esensi ajaran Kristus. Horas. Shalom,” tutupnya. (Poltak Simanjuntak).
Discussion about this post