(Sebuah Wawancara Imajiner)
PILKADA Kota Pematangsiantar 2020 menjadi menarik karena bakal calon tunggal pasangan Asner Silalahi dan Susanti akan melawan si “Koko” — KOTAK KOSONG — di 9 Desember 2020.
Seberapa kuatkah daya pikat si “Koko” dapat mempengaruhi para pemilih, agar fokus menetapkan pilihan pada dirinya?
Tim Konstruktif.id melakukan penelusuran posisi si “Koko” untuk wawancara.
Saat ini, Si “Koko” menjadi sangat penting, bahkan menjadi petarung yang patut diperhitungkan.
Menyusuri tempat mondok si “Koko”, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan. Maklumlah si “Koko” inikan, masuk kategori barang antik, yang lebih dominan tersembunyikan atau dipaksa bersembunyi.
Kenapa? Ya karena memang sangat tipis sekali kemungkinan si “Koko” dibutuhkan kehadirannya di tengah hiruk-pikuk tahapan Pilkada.
Si “Koko” berada di kawasan sepi. Dimana pondokannya di kelilingi pepohonan besar nan rindang. Si “Koko” pun seorang diri di pondokannya.
Melihat suasana pondokan tersebut, menjadikan si “Koko” layaknya seorang pertapa, yang memang diplot berada di kesunyian yang mencekam.
Ketika tim Konstruktif.id memasuki halaman pondokan yang demikian luas tersebut, seseorang dalam posisi tegak lurus menatap tim yang semakin mendekat ke arahnya.
Si “Koko” menyambut, layaknya sudah mengetahui kehadiran kami.
Heran juga. Apakah si “Koko” memiliki pancaindra keenam yang mampu merasakan atau mencium bakal hadirnya siapapun di wilayah kekuasaannya ini.
“Apa gerangan yang mengantar para kisanak sampai ke pondokan saya ini,” kata si “Koko”.
Pertanyaan itu biasa saja, tidak ada kesan menanyakan karena rasa curiga atau was-was terhadap kehadiran orang lain yang tidak dan belum dikenal.
Karena sambutan yang familiar itu, kami menjawab dengan bertanya dan sekaligus untuk memastikan, dengan menyampaikan, “apakah kami sedang berhadapan dengan saudara “Koko.”
Si “Koko” membenarkan dan mempersilahkan kami untuk masuk ke rumahnya.
Di dinding ruang tamu yang sangat minimalis dengan ukuran 2,5 x 4 meter itu, hanya menggelantung bingkai foto Presiden RI Pertama, Ir Soekarno.
Di dalam foto itu terdapat tulisan, “Pemilihan umum jangan menjadi tempat pertempuran. Perjuangan kepartaian yang dapat memecah persatuan bangsa Indonesia.”
“Kelihatannya Anda sangat mengagumi Soekarno?”
Si “Koko” tersenyum.
“Sebagai anak bangsa, patut kita mengaguminya. Tidak sebatas itu, kita juga harus dapat membaca, mengerti dan memahami pesan-pesan kenegarawanannya,” kata si “Koko”.
“Lantas, bagaimana Anda memaknai pesan yang disampaikan Soekarno tentang ‘Pemilihan umum jangan menjadi tempat pertempuran, dan seterusnya itu,” tanya Konstruktif.id.
“Saya memaknainya sebagai pesan penguatan dalam menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara. Pemilihan umum itu jangan dijadikan sebagai alat perjuangan partai yang dapat memecah persatuan bangsa,” kata si “Koko”.
Si “Koko” minta ijin mau ke belakang. Katanya, hendak menyiapkan minuman dan makanan ringan, agar perbincangan dengan Konstruktif.id, lebih sexy dan mengasyikkan.
Setengah jam kemudian, si “Koko” muncul sembari membawa baki berisi 4 gelas kecil, dua teko dan piring berisi gorengan jamur crispy dan suhun goreng.
“Teko ini berisi teh manis, dan yang ini berisi kopi…Silahkan untuk dinikmati,” kata “Koko”.
Ya, kami menikmatinya. Kami merasakan ketulusan si “Koko” dalam melayani. Apakah calon tunggal punya rasa yang sama dalam melayani?
(Ijin warga Kota Pematangsiantar✓Episode pertemuan imajiner bersama si “Koko” kita lanjutkan besok ya…
Salam, Ingot Simangunsong)
Discussion about this post