I
Catatan Kritis : DR (C) Daulat Sihombing, SH, MH
Pematangsiantar, dr. Susanti Dewayani, S.PA, melantik 92 pejabat di lingkungan Pemko Pematangsiantar berdasarkan Keputusan Walikota Nomor : 800.1.3.3/554/III/2024 Tentang Promosi dan Mutasi PNS ke Dalam Jabatan Administrasi, tertanggal 22 Maret 2024. Mereka yang dilantik terdiri dari 5 Jabatan Tinggi Pratama (JPTP), masing – masing Junaidi Antonius Sitanggang, S.STP sebagai Sekretaris Daerah, Robert Sitanggang, S.STP sebagai Kadisnaker, Sofian Purba, S. Sos sebagai Kadis PU dan Tata Ruang, Muhammad Hammam Soleh , AP sebagai Kadis Pariwisata dan Mhd. Hamdani Lubis, SH sebagai Kadis Pendidikan. Kemudian 79 pejabat administrasi serta 8 pejabat fungsional, Jumat (22/4/2024) lalu.
Namun tak lama setelah dilantik, Walikota Susanti segera membatalkan pengangkatan pejabat tersebut berdasarkan Keputusan Walikota Nomor : 800/616/IV/2024 Tentang Pembatalan Keputusan walikota Pematangsiantar Tentang Promosi dan Mutasi PNS ke Dalam Jabatan Administrasi, tertanggal 2 April 2024, kecuali 8 pejabat fungsional. Bak kata pepatah “sakitnya tak seberapa tapi malunya ini”, para pejabat ASN inipun harus memikul rasa malu yang tak terkira.
Entah kalau tak tahu malu. Bayangkan diantara pejabat Pemko yang dilantik, terlanjur ada yang merayakan promosinya dengan menggelar pesta sembari mengundang sanak saudara, tetangga dan relasi. Tak ketinggalan memberikan persembahan ke gereja sebagai ucapan syukur. Belum lagi jika diantara pejabat yang dilantik mengucurkan sejumlah uang untuk meraih jabatan tersebut, maka sudah menanggung malu, menanggung hutang pula.
Secara kausalitas, pembatalan pejabat ASN Pemko Pematangsiantar dengan segala akibat dan konsekuensinya tentulah merupakan tanggungjawab dari Walikota Susanti. Maka jika saja diantara pejabat ASN ada memiliki nyali, kasus pengangkatan dan pembatalan pejabat ini sesungguhnya dapat dipertanggungjawabkan sebagai skandal hukum.
Mengapa?, jauh sebelum dilakukan seleksi pengangkatan 92 pejabat ASN Kota Pematangsiantar, sebenarnya publik termasuk Pimpinan DPRD Kota Pematangsiantar telah mengingatkan Walikota Susanti tentang larangan untuk melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Nafsu Kekuasaan
Pasal 71 ayat (2) UU Nomor : 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor : 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang- Undang, secara tegas dan jelas mengatur bahwa : gubernur, wakiol gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota dilarang melakukan pergantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Maka tidak ada alasan sebenarnya bagi Walikota untuk tidak tau atau pura- pura tidak tau tentang larangan melakukan penggantian pejabat sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016. Apalagi menurut teori fiksi, semua orang harus dianggap tau hukum. Konon lagi Walikota. Kecuali membodoh- bodohkan diri.
Tetapi karena nafsu kekuasaan, Walikota Susanti tak perduli. Pokoknya lantik. Persoalan belakangan. Syukur- syukur Mendagri dan instansi terkait lainnya tidak tau. Media tidak ribut, publik tidak ribut. Semuanya mudah- mudahan bisa dikondisikan. Maka jadilah pelantikan tertanggal 22 Maret 2024. Sebelumnya, toh melanggar juga tapi aman- aman saja, sukses dan tidak ada persoalan. Bagaimana dengan DPRD Siantar?, Ah kecil, paling RDP. Apalagi ada pula “pengamat” yang memberikan apologi pelantikan itu sebagai hak diskresi. Mungkin pengamat yang bersangkutan tak sempat membaca UU No. 10 Tahun 2016 atau hanya sekedar “menyenangkan” sang Walikota.
Terbitnya SE Mendagri Nomor : 100.2.1.3/1575/SJ Tentang Kewenangan Kepala Daerah pada Daerah yang Melaksanakan Pilkada dalam Aspek Kepegawaian, tertanggal 29 Maret 2024, sebenarnya hanya mengingatkan larangan dalam Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016. Ihwal larangan itu, juga tak apa- apa. Sudah biasa melanggar larangan. Tapi, ayat ke- 5 ketentuan Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016 menyebutkan, bahwa “apabila gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota selaku petahana melanggar akan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Propinsi atau KPU Kabupaten/ Kota”.
Nah, oleh karena dr. Susanti Dewayani, disebut- sebut akan maju kembali sebagai Calon Walikota Petahana pada Pilkada 27 Nopember 2024 maka timbul rasa kecut, dan harus memilih. Dari pada kelak berpotensi dikenai sanksi pembatalan sebagai calon Walikota Petahana, lebih baik mengorbankan ke 84 pejabat ASN Pemko Pematangsiantar.
Katakan saja pembatalan itu bentuk ketaatan Walikota Susanti terhadap Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016. Alasannya gampang, pelantikan pejabat ASN Pemko Pematangsiantar dilakukan tertanggal 22 Maret 2024 sedangkan SE Menteri Dalam Negeri baru terbit tertanggal 29 Maret 2024. Padahal dalih tersebut terlalu dangkal. Hanya akal- akalan, sebab larangan mutasi/ demosi pejabat ASN tidak diatur dalam SE Mendagri tetapi diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016, sehingga Surat Edaran Mendagri Nomor : 100.2.1.3/1575/SJ , tertanggal 29 April 2024, sifatnya hanya peringatan semata.
Sejak dilantik sebagai Plt. Walikota, dr. Susanti memanglah sudah mempertontonkan ciri atau karakter pemimpin yang sama sekali tidak berkomitmen. Bayangkan, sejak berstatus Plt. Walikota, ia sudah lancang membuat keputusan – keputusan penting yang kontroversial. Apalagi setelah dilantik menjadi Walikota defenitif, Susanti pun semakin menjadi – jadi dan lost control.
Diawal berkuasa, Walikota Susanti memunculkan wacana akan segera mengajukan pengangkatan Calon Wakil Walikota sebagai pendampingnya. Wacana itu sempat melahirkan ekspektasi kepada sejumlah kader parpol yang berniat maju sebagai Calon Wakil Walikota. Susanti sendiri mengesankan bahwa Calon Wakil Walikota yang ia dukung ialah Tondi Silalahi, anak kandung dari Alm. Asner Silalahi, Walikota Terpilih dalam Pilkada 2021 namun meninggal dunia sebelum dilantik.
Publik memaknai bahwa dukungan Susanti terhadap Tondi Silalahi merupakan hutang politik, karena Susanti menikmati jabatan Walikota semata- mata adalah karena jasa dan pengorbanan almarhum Asner Silalahi baik secara moril maupun materil.
Namun wacana pengangkatan Calon Wakil Walikota Pematangsiantar Periode 2021 s/d 2024 ternyata hanya basa- basi alias PHP. Susanti tidak setia dengan komitmen politik. Ia justru menikmati seorang diri sebagai Walikota Pematangsiantar tanpa Wakil Walikota. Kue kecil yang dia dibagi ke keluarga almarhum Asner Silalahi, hanyalah menempatkan Bolmen Silalahi, SP, adek kandung alm. Asner Silalahi sebagai Direktur Utama PD. Pasar Jaya Kota Pematangsiantar meskipun terkesan dipaksakan. Disebut dipaksakan karena Bolmen sendiri pun ternyata tidak kompeten dan kelayakan dalam jabatan itu. Keluarga alm. Asner Silalahi mungkin kecewa. Hingga berakhirnya masa jabatan Walikota Susanti, pengangkatan Wakil Walikota Pematangsiantar tidak pernah akan ada. (Bersambung)
Discussion about this post