Medan | Konstruktif.id
Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto kembali disomasi oleh 8 calon komisioner KPID Sumut 2021-2024, agar mengklarifikasi dan menjelaskan mekanisme pengetokan 7 nama dalam rapat pemilihan yang berlangsung ricuh pada Sabtu 22 Januari 2022 dini hari lalu.
Somasi kedua yang dikirim Kamis (17/3/2022) ini menurut kuasa hukum mereka, Ranto Sibarani SH, sekaligus menjadi teguran hukum terakhir untuk politisi dari Partai Keadilan Sejahtera tersebut.
“Somasi pertama kami kirim 10 Maret 2022 dan tidak ditanggapi. Sebab itu kami ajukan somasi kedua dan yang terakhir. Kami berasumsi somasi pertama bisa saja tidak diketahui. Makanya, somasi kedua ini kami desak saudara Hendro Susanto menanggapinya,” ungkap Ranto.
Kata Ranto, somasi kedua ini berlaku sejak dikirimkan per 17 Maret 2022 hingga 7 hari ke depan, serta ditembuskan ke Ketua DPRD Sumut, Ketua Badan Kehormatan DPRD Sumut, Kapolda Sumut, KPK RI, dan Ombudsman Kantor Perwakilan Sumut.
Jika diabaikan, lanjut dia, langkah hukum berikutnya adalah menggugat legislator dapil Binjai-Langkat itu ke PN Medan atas perbuatan melawan hukum.
“Kalau gugatan, pengadilan tidak bisa menolak perkara. Jadi ada asas peradilan. Peradilan tidak boleh menolak orang mendaftarkan perkara. Beda dengan kalau lapor polisi (makanya langsung gugat ke pengadilan). Kami akan daftarkan gugatan melawan hukum ke PN Medan,” ungkapnya.
Sejumlah hal yang harus ditanggapi Hendro Susanto selaku Ketua Komisi A DPRD Sumut adalah terkait surat penolakan dari Fraksi PDIP, penetapan 7 nama yang menggunakan sistem skoring, bukan musyawarah mufakat atau voting sebagaimana Tatib DPRD, kericuhan di rapat Komisi A yang videonya sempat viral.
“Dan jelas ada surat penolakan dari Fraksi PDI Perjuangan terhadap nama-nama komisioner yang ditetapkan secara sepihak dan tidak sesuai mekanisme oleh Ketua Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara. Siapapun sudah bisa melihat bahwa ada masalah dalam seleksi KPID tersebut, dikira masyarakat bodoh, tidak bisa membaca persoalan tersebut,” jelasnya.
Lalu uji publik yang tidak dilakukan sebelum fit and proper test, serta pertimbangan meloloskan Muhammad Syahrir dan Ramses Simanullang langsung ke DPRD padahal SK perpanjangan keduanya pernah dipersoalkan Hendro Susanto karena melanggar Peraturan KPI Nomor 1/2014 Pasal 27.
“Substansi somasi ini agar saudara Hendro Susanto menjelaskan dasar hukum penetapan 7 nama yang diketoknya. Ini penting agar semua terang-benderang. KPID adalah lembaga negara dan seluruh akuntabilitasnya harus diketahui publik,” jelasnya.
Ranto juga melihat adanya desakan pihak-pihak tertentu agar Ketua DPRD Sumut meneken SK penetapan 7 komisioner karena menganggap proses pemilihannya sesuai koridor. Namun, ia tetap mengingatkan bahwa desakan itu menyesatkan serta menjerumuskan.
“Desakan itu sangat menyesatkan. Ketua Fraksi PKS saudara Jumadi bilang tak ada masalah. Dari mana tak ada masalahnya. Rekaman video rapat ricuh viral, Fraksi PDIP menolak, Ombudsman dan Badan Kehormatan terus dalami dan sudah memanggil Hendro, aduan ke Ditkrimsus Polda sedang berproses. Gubernur pun ikut disomasi. Janganlah kita jerumuskan DPRD jadi lembaga politik yang kotor dan tidak taat hukum,” tegas pengacara dengan kepala plontos itu.
Diketahui, Ranto Sibarani getol membantu 8 calon anggota KPID Sumut periode 2021-2024 yakni Valdesz Junianto Nainggolan, Tua Abel Sirait, Topan Bilardo Marpaung, T. Prasetiyo, Viona Sekar Bayu, Robinson Simbolon, Eddy Iriawan, dan Muhammad Ludfan untuk mengikis politisasi kotor dalam seleksi lembaga adhoc yang terjadi.
Selain somasi, 8 calon anggota KPId Sumut itu juga telah membuat laporan ke Ombudsman, Badan Kehormatan DPRD Sumut, dan melayangkan somasi ke-1 kepada Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dengan maksud meminta penjelasan Pemprov Sumut terkait SK perpanjangan Komisioner KPID periode 2016-2019 yang diteken oleh Sekda DR Hj Sabrina.(*/Sarman Sariono S).
Discussion about this post