(Renungan di Kemerdekaan INDONESIA, 17 Agustus 2020)
PILKADA Kabupaten Simalungun sudah menyelesaikan beberapa tahapan sesuai peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Para bakal calon bupati dan calon wakil bupati yang akan bertarung di Pilkada Kabupaten Simalungun pun, sudah menyampaikan ke publik terkait partai-partai pengusung dan pendukung sebagai persyaratan menjadi calon yang akan dipilih pada 9 Desember 2020.
Tentu, masih ada tahapan selanjutnya, yang harus dijalani para bakal calon, termasuk verifikasi faktual persyaratan administrasi, semisalnya masalah ijazah calon.
Namun, terlepas dari tahapan yang sudah ditetapkan melalui peraturan KPU, tentu para bakal calon tidak terlepas dari tahapan verifikasi faktual yang datang dari para warga Kabupaten Simalungun secara khususnya dan sosial kemasyarakatan umumnya.
TIDAK PAHAM ADAT
PAHAM adat itu, sangat penting. Karena adat itu cerminan seorang calon pemimpin yang tahu, mengerti dan paham ADAB.
Masalah ketidakpahaman adat dan adab itu, sangat kental dipertunjukkan salah seorang bakal calon bupati Kabupaten Simalungun.
Ketidakpahaman tersebut, saat si bakal calon sudah ketemu dengan kerabatnya (pertemuan di rumah, bukan di warung tuak), dan silsilah menyatakan, si bakal calon memanggil kerabatnya dengan sebutan TULANG.
Bagi masyarakat Batak Toba, sebutan TULANG itu, merupakan orang yang sangat dihormati. Makanya, ada istilah Batak Toba yang mengatakan, “sambola langit do Tulang.”
Namun, si bakal calon bupati itu, dalam pertemuan langsung maupun dalam perbincangan melalui telepon seluler, seenaknya menggantikan sebutan TULANG menjadi Abang dan Lae.
TIDAK KONSISTEN
KETIDAKPAHAMAN bakal calon bupati itu terkait masalah adat dan adab, menjadi cerminan bahwa dirinya tidak konsisten dalam berbicara terkait apapun itu, apalagi yang sifatnya menghargai dan menghormati kekerabatan.
Jika adab kekerabatan pun tidak diberikannya ruang yang lebar, bagaimana dia akan memberikan ruang adab kepada masyarakat Kabupaten Simalungun secara luas dengan beranekaragam adat serta budaya?
Ketidak-konsistenannya dalam memposisikan adabnya, juga menjadi cerminan dan kepatutan yang diragukan atas keadabannya dalam memimpin rakyat Kabupaten Simalungun.
ASBUN
TIDAK paham adat dan adab serta ketidak-konsistenan si bakal calon bupati tersebut, menjadi sangat identik dengan sebutan ASBUN (asal bunyi).
Jika bakal calon bupati tersebut, sudah masuk dalam pusaran ASBUN, maka apa saja yang disampaikannya kepada rakyat Kabupaten Simalungun, menjadi tidak bermakna apa pun.
Apa yang disampaikan terkait visi-misinya pun, jangan-jangan sangat tidak diketahui, dan tidak dipahaminya sendiri, yang ujungnya juga menjadi sulit dimengerti oleh rakyat Kabupaten Simalungun.
Jika bakal calon bupati inilah yang harus digadang-gadang untuk memimpin Kabupaten Simalungun di periode 2020-2024, maka yang akan berjalan adalah Ro Hansur ni Kabupaten Simalungun (RHS).
Rakyat Kabupaten Simalungun, patut jeli dalam melihat keberadatan, keberadaban, kekonsistenan dan ketidakASBUNan bakal calon bupati atau calon bupati yang akan memimpin Kabupaten Simalungun.
Agar calon pemimpin Kabupaten Simalungun ke depan, bukanlah calon yang masuk kategori Ro Hansur ni Kabupaten Simalungun (RHS).
Semoga!
Discussion about this post