Mataram | Konstruktif.id – Kisah memilukan kembali harus dialami seorang ibu muda yang harus kehilangan bayinya karena aturan wajib rapid test sementara butuh tindakan cepat petugas medis.
Akibatnya I Gusti Ayu Arianti harus kehilangan bayinya yang tidak bisa diambil tindakan cepat gara-gara perdebatan surat rapid test.
Ibu muda ini pun tak kuasa menahan tangis karena bayinya meninggal dunia akibat keracunan air ketuban.
Cerita ini diutarakan Ketut Mahajaya, ayah I Gusti Ayu Arianti menceritakan anaknya datang pada pagi, Selasa, 18 Agustus 2020 di RSAD Wira Bhakti Mataram.
Gusti Ayu datang dalam kondisi ingin melahirkan di RSAD yang tidak memiliki fasilitas rapd test.
Prosetur ketat rumah sakit harus terlebih dahulu mengantongi surat rapid tes membuat Gusti Ayu harus melakukan itu di luar yakni Puskesmas Pagesangan.
Walupun sudah mengeluhkan sakit yang tak terkira karena mau melahirkan dan perlu diambil tindakan cepat, jawaban dari pihak Puskesmas tetap meminta Gusti Ayu harus bersabar menunggu hasil rapid test itu keluar.
Menurut Ketut Mahajaya, Kamis (20/8/2020) di kediamannya Lingkungan Pajang Barat, Mataram, anaknya pada pukul 8 pagi melakukan rapid test di Puskesmas, namun hasilnya baru diketahui pada pukul 13.00 siang.
Namun apa daya, pihak tenaga kesehatan di Puskesmas selama waktu menunggu itu tetap tidak mau melakukan tindakan persalinan sebelum hasil rapid test keluar.
“Kata petugas Puskesmas ‘tenang saja, tidak mungkin air ketuban habis’ itu katanya ke saya,” kata Yudi suami Gusti Ayu seperti yang disampaikan petugas.
Setelah rapid test keluar dengan hasilnya diketahui non reaktif, Gusti Ayu harus dilarikan ke Rumah Sakit Permata Hati Mataram yang tidak jauh dari Puskemas tersebut.
Namun nahasnya setelah Gusti Ayu tiba di rumah sakit, justru hasil rapid test yang diperoleh dari Puskesmas yang ditunggu sekian lama tidak diterima.
Pihak rumah sakit Permata Hati Mataram malah tidak percaya hasil rapid test yang dikeluarkan oleh Puskesmas.
Keluarga pun mengecam pihak rumah sakit yang mempertanyakan hasil rapid test dari puskesmas dan harus melakukan rapid test ulang di RS Permata Hati hingga membuat waktu bersalin Gusti Ayu habis.
“Mengapa hasil rapid test ditolak dan harus rapid ulang di Permata Hati? Sehingga saya anggap telat ditangani sampai sang bayi kami duga keracunan air ketuban,” kata Yudi.
Pihak keluarga pertanyakan sikap profesionalisme tenaga kesehatan melihat pasien yang sudah butuh pertolongan sangat emergency untuk diambil tindakan secepatnya namun tetap ditolak.
Keluarga juga marasa diabaikan pihak rumah sakit karena mau istrahat saja di ruang bersalin tidak diperbolehkan malah diruruh duduk di luar.
“Saya sangat kecewa dengan sikap nakes yang seperti ini. Tidak memiliki jiwa kamanusiaan namanya,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB Eka Nurhadini mengemukakan, rapid test memang wajib dilakukan oleh ibu hamil yang hendak melahirkan untuk mencegah penularan Covid-19.
Itu berdasarkan surat edaran dari satgas Covid-19 mengatakan bahwa ibu hamil mau melahirkan harus direkomendasikan melakukan rapid test, pasalnya ibu hamil itu adalah orang yang rentan, yang kemungkinan tertular virus corona.
“Kenapa diminta periksa di awal, karena persiapan dan kesiapan untuk proses kelahiran itu lebih prepare, jika reaktif ibu dan anak akan masuk ruang isolasi, petugas juga begitu akan mengunakan APD dengan level yang tinggi untuk perlindungan bagi petugas,” kata Eka.(K1)
Discussion about this post